PKSTangerang.com - Rukun atau pilar Islam yang pertama adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, “Asyhadu an la ilaha illa-Llah wa asyhadu anna Muhammadar rasulullah”, yakni mengakui bahwa tidak ada Tuhan yang wajib diibadahi kecuali Allah Ta’ala, serta mengakui bahwa Muhammad adalah utusan-Nya yang diberi amanah untuk menyampaikan risalah kepada seluruh umat manusia.
Seorang non muslim yang masuk Islam akan diakui keislamannya hanya jika ia bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.
Mengapa mengucapkan dua kalimat syahadat ini penting? Berikut penjelasannya secara ringkas.
Syahadah di Alam Arwah
Pada dasarnya setiap manusia telah bersyahadah di alam arwah, mereka mengakui rububiyahAllah Ta’ala, yakni mengakui Allah Ta’ala sebagai Rabb (Tuhan). Dalam buku Hakikat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, Yusuf Qaradhawi menyebutkan pengertian Rabb adalah: Pencipta, Pemilik, Pemberi rizki, dan Pengatur segala urusan.
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Q.S. Al-A’raf: 172).
Orang-orang non muslim pun mengakui rububiyyah Allah Ta’ala. Sebagaimana dijelaskan ayat-ayat berikut ini.
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (QS. Al-Ankabut, 29: 61)
“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. Al-Ankabut, 29: 63)
“Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?” Katakanlah: “Siapakah yang Empunya langit yang tujuh dan yang Empunya ‘Arsy yang besar?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?” Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?” Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.” Katakanlah: “(Kalau demikian), Maka dari jalan manakah kamu ditipu?” (QS. Al-Mu’minun, 23: 84 – 89).
Manusia dilahirkan dalam keadaan Fitrah
Di dalam hadits Nabi disebutkan bahwa setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Sebagian ulama mengatakan bahwa arti fitrah adalah “Islam”. [1]
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Mengenai Islam sebagai fitrah manusia disebutkan dalam firman Allah Ta’ala:
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum, 30: 30).
Syahadah Uluhiyyah
Syahadah rububiyyah di alam arwah harus disempurnakan dengan syahadah uluhiyyah dan syahadah risalah. Jadi, selain mengakui Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemberi rizki, dan Pengatur segala urusan, seorang manusia pun harus mengakui Allah sebagai satu-satunya ilah(sesembahan).
Ibnul Qayyi menjelaskan makna ilah sebagai berikut:
الإله هو الذي تألهه القلوب محبة وإجلالا ، وإنابة وإكراما وتعظيما وذلا وخضوعا ، وخوفا ورجاء وتوكلا
“Al-Ilah adalah sesuatu yang dicondongi hati dengan kecintaan, penghormatan, taubat, pemuliaan, pengagungan, merendahkan diri, ketundukan, rasa takut, pengharapan, dan tawakkal.”
Dengan begitu, seorang manusia harus menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan kecintaan, rasa takut, dan harapan. Dengan kata lain seorang muslim harus mengakui dan menjadikan Allah sebagai Al-Ma’bud. Hanya kepada-Nyalah manusia beribadah, tunduk, dan taat secara mutlak.
Syahadah Risalah
Sedangkan syahadah risalah artinya mengakui kerasulan Muhammad Rasulullah, dan mengimani ajaran yang dibawanya.
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. Ali Imran, 3: 31).
Kesimpulan
Seorang non muslim yang kembali kepada Islam tidak akan diakui sah keislamannya jika tidak mengikrarkan dua kalimat syahadah; pengakuan Allah sebagai Ilah (syahadah uluhiyyah) dan pengakuan Muhammad sebagai pembawa risalah Allah (syahadah risalah).
Hadits Nabi tentang syahadatain:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ حِينَ بَعَثَهُ إِلَى الْيَمَنِ إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لَكَ بِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
“Rasulullah bersabda kepada Muadz bin Jabal saat mengutusnya ke penduduk Yaman, “Kamu akan datang kepada kaum ahli kitab. Jika kamu telah sampai kepada mereka, ajaklah mereka agar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka lima shalat setiap siang dan malam. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu beritakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan sedekah (zakat) yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dikembalikan kepada orang-orang miskin. Jika mereka mentaatimu dalam hal itu hati-hatilah kamu terhadap kemuliaan harta mereka dan waspadalah terhadap doanya orang yang dizalimi, sebab antaranya dan Allah tidak ada dinding pembatas.” (Bukhari Muslim).
[1] Hal ini dikatakan oleh Abu Hurairah, Ibnu Syihab, dan lain-lain. Pendapat tersebut dianut oleh kebanyakan ahli tafsir. (lihat Al-Qur’an wa tafsiruhu hal. 497). Sebagian yang lain menjelaskan bahwa kata ‘fitrah Allah’ dalam QS. 30: 30 maksudnya adalah ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan.
Sumber: Al-Intima.com
Posting Komentar