PKS Kabupaten Tangerang
PKSTangerang.com - Untuk berbuat mulia tak selalu harus berbuat hal-hal besar yang spektakuler. Tak pula butuh dana besar agar berguna bagi sekeliling. Lakukan hal sederhana saja. Hal yang mungkin tak terpikir oleh orang lain. Seperti yang dilakukan 8 anak muda di Taman Adiyasa, Tangerang ini.

Delapan orang anak muda yang mau berpikir jauh kedepan. Dengan hal sederhana kedelapan orang ini mengumpulkan buku-buku layak baca. Satu, dua, tiga hingga terkumpul tiga ratus buku. Mereka memang anak muda yang punya kepedulian terhadap dunia literasi. Dengan bermodalkan kurang lebih 300 judul buku mereka memulai ‘petualangannya’. Mendirikan taman baca gratis.

Jrengg... the show go on. Hal pertama yang mereka lakukan adalah meminta ijin kepada pengelola Kantor pemasaran agar dibolehkan menggelar taman baca di pelataran gedung pemasaran tersebut. Setelah Ijin didapat maka taman baca gratis dibuka. Jangan bayangkan pembukaannya dilakukan dengan pemotongan pita atau pemotongan nasi tumpeng. Tak ada seremoni, semuanya dilakukan spontan saja. Tikar dan karpet digelar sebagai alas untuk duduk para pengunjung taman baca. Sederhana.

Bergantian delapan anak muda itu menunggui taman baca gratis. Tak ada honor karena dilakukan secara swadaya. Semuanya kegiatan sosial tanpa bayaran. Yang terpikir adalah bagaimana taman baca ini bisa dimanfaatkan warga perumahan. Usaha penambahan judul buku hingga menambah jumlah tikar dan karpet terus dilakukan. Walau tak mudah karena hambatan yang menghadang juga tak ringan. Sulitnya mendapatkan donatur buku anak-anak menjadi salah satu kendala.

Penulis pagi itu sengaja menyambangi taman baca yang digagas delapan anak muda ini. Pelataran gedung pemasaran yang cukup luas memang memenuhi syarat untuk sebuah taman baca. Pengunjung taman baca terlihat cukup ramai. Ada anak anak dan juga orang dewasa yang asyik membaca. Sebagian yang lain masih sibuk mencari buku yang cocok. Memang jumlah buku yang dimiliki masih jauh dari standar sebuah taman baca yang seharusnya memiliki seribu judul buku. Namun bila dilihat dari antusiasme dan kegigihan delapan anak muda ini penulis yakin taman baca ini bisa berkembang lebih besar.

Adalah Agung Tridianto (18), Putri Suci Ariyani (19), Dwi Maya Adiyasari (19), Aditya Hardi (18), Tamya Dwi (19), Utami Alifah Sukur (18), Maulana Aziz (21) dan Ahmad Roqib (20) delapan anak muda yang mengagas berdirinya taman baca sebagai upaya kepedulian dengan dunia literasi.

Ketika penulis menyapa dan mencoba berbincang-bincang, tanggapan ramah dan bersahabat penulis rasakan. Pagi itu ada enam orang yang bertugas, dua orang yang lain sedang ada kegiatan lain. Uniknya ke delapan orang ini berasal bukan dari satu sekolah atau satu wilayah tempat tinggal yang sama. Mereka berdelapan berkumpul karena kesamaan ide dan punya semangat yang sama.

Taman Baca adalah Sasaran Antara

Dalam perbincangan santai penulis mendapatkan penjelasan sejarah dan bagaimana taman baca ini terbentuk. Agung Tridianto menjelaskan berdirinya taman baca sudah berjalan kurang lebih dua bulan. Berjalan seiringnya waktu taman baca ini terus menambah koleksi. Menambah jumlah fasilitas tikar dan karpet. Maklum saja taman baca ini menumpang di pelataran gedung pemasaran perumahan Taman Adiyasa. Jadi pengunjungnya duduk lesehan sambil membaca buku yang dipilihnya.

Secara bergantian enam anak muda ini menjawab pertanyaan penulis. Ada semangat yang penulis rasakan, keyakinan diri dan harapan kedepan dari taman baca yang mereka gagas hari itu.

Ada keinginan dari Agung dan teman-teman untuk memiliki satu tempat permanen sebagai taman baca yang lebih representatif. Selayaknya sebuah perpustakaan. Mimpi itu memang belum terwujud tapi usaha kearah itu terus dicoba. Penulis juga memberikan beberapa masukan dan beberapa informasi terkait taman baca. Termasuk agar menggabungkan diri dengan relawan literasi kabupaten Tangerang yang baru terbentuk.

Keinginan delapan anak muda ini untuk membuat komunitas membaca dan menghimpun para penyuka kegiatan kegiatan kreatif lainnya memang patut didukung. Agung sendiri menjelaskan secara lugas , taman baca yang ada sekarang bukan sasaran terakhir namun hanya sasaran antara untuk kegiatan lainnya yang lebih besar dan bisa menjangkau banyak orang.
Penulis pagi itu juga menyarankan untuk meneruskan upaya membaca ke upaya untuk menulis. “Setelah membaca seharusnya kita lanjutkan dengan menulis “ ujar penulis kepada enam anak muda ini. Sayangnya, belum ada dari delapan orang ini yang memulai untuk menulis secara lebih serius. Harapan penulis untuk meneruskan upaya dari membaca ke menulis nampaknya menjadi pertimbangan untuk dilakukan kedepan.

Berada di antara Pasar kaget

Taman Baca yang digagas delapan anak muda ini berada diantara pasar ‘kaget’ dilokasi berolah raga pagi dari warga Taman adiyasa. Bila Minggu pagi disekitar ruas jalan di depan kantor pemasaran menjadi tempat berolah raga. Ada senam pagi yang rutin dilakukan. Seorang instruktur senam didatangkan secara khusus. Suara musik terdengar penuh semangat. 

Keramaian orang berolah raga juga dimanfaatkan bagi para pedagang yang jumlahnya semakin ramai saja. Segala kebutuhan bisa ditemui, mulai dari makanan, sayuran, pakaian, aksesoris, hingga hewan peliharaan seperti kelinci dan ikan hias.

Pengunjung pasar kaget yang ramai inilah yang dibidik oleh taman baca gratis. Jumlah orang yang datang kepasar kaget dan orang yang sengaja datang berolah raga memang lumayan ramai. Dari semua lapisan tumplek di areal ini. Dari balita hingga kakek nenek terlihat di area ini di minggu pagi. Pengunjung pasar kaget ini juga berasal dari wilayah sekitaran taman adiyasa.

Adanya taman baca gratis membawa warna berbeda di minggu pagi. Bukan hanya sekedar berolah raga atau berbelanja, pengunjung juga bisa menambah ilmu dan informasi. Inilah upaya mulia delapan anak muda yang patut ditiru oleh anak muda Indonesia lainnya. Mengerjakan hal bermanfaat diantara waktu luang yang dimiliki. Membentuk komunitas yang tak melulu bernuansa hura hura dan iseng belaka. Tapi punya nilai positif bagi banyak orang.

Rushans Novaly

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama