PKS Kabupaten Tangerang
Ahmad Heryawan
Sepanjang sejarah, hubungan antara ulama dengan umara penuh dinamika. Ada masanya, antara ulama dengan umara saling berseberangan dan bahkan terlibat konflik. Contohnya terjadi pada masa khalifah Yazid bin Mu'awiyah. Masa gelap benar - benar terjadi hingga terjadi eksekusi besar - besaran terhadap sejumlah shahabat dan para ulama Madinah. Ada kalanya terjadi kerjasama dan saling mendukung. Contohnya terjadi pada masa khalifah Harun Al Rasyid. Beliau begitu hormat pada Imam Malik dan bahkan pernah meminta agar kitab Al Muwatha' digantung di Ka'bah sebagai simbol penyatuan umat dalam satu mazhab. Tapi adapula masanya antara ulama dengan umara menyatu. Contohnya terjadi pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Karena Umar bin Abdul Azis adalah ulama yang menjadi Umara.

Tentang kapasitas khalifah Umar bin Abdul Azis selaku ulama, tidak perlu diragukan lagi. Kesaksian para guru - gurunya terhadap beliau sungguh mencengangkan seperti halnya : "Dulu dia datang kepada kami untuk menuntut ilmu. Sekarang gantian kami yang menuntut ilmu kepadanya". Anas bin Malik ra (pembantunya rasulullah saw) berkata bahwa bacaan dan cara shalatnya Umar bin Abdul Azis sangat mirip dengan rasulullah. Imam Ahmad bin Hambal juga berkata bahwa "Mujaddid abad pertama adalah Umar bin Abdul Azis. Sedang mujaddid abad kedua adalah Imam Syafi'i. Namun pada akhirnya, kita lebih mengenal beliau dalam kapasitasnya sebagai khalifah. Dan tidak tanggung - tanggung, beliau bahkan disebut - sebut oleh sebagian pihak sebagai "khalifah kelima" dari khulafaur rasyidin. Karena masa kepemimpinannya mengingatkan orang - orang dengan suasana dibawah kepemimpinan khulafaur rasyidin.

Umar bin Abdul Azis menjabat sebagai khalifah hanya sebentar, yakni 2,5 tahun. Sebelumnya, beliau pernah menjabat sebagai Gubernur di Madinah. Kita bisa memberikan beberapa cacatan penting atas kiorah beliau selama masa kepemimpinannya, diantaranya ; (1) Menolak fasilitas kenegaraan dan memilih hidup zuhud, (2) Menjauhkan diri dan keluarganya dari segala kemewahan, (3) Menghadirkan keadilan kepada rakyat tanpa pandang bulu, (4) Menghapus peraturan negara yang dilandasi kezhaliman, (5) Tercapainya kemakmuran secara merata hingga kesulitan mencari mustahik, (6) Menghapus tradisi caci maki terhadap 'Ali dan keluarganya, (7) Mampu mengubah percakapan masyarakat, dari percakapan seputar urusan duniawi menjadi percakapan seputar agama dan akherat, dan yang terpenting adalah (8) Para ulama banyak yang datang ke rumah dan istananya. Padahal pada periode sebelumnya, para ulama sangat menjauhi dan bahkan berpaling dari istana. Ya maklum saja, soalnya yang jadi umara memang rekan sejawatnya sesama ulama juga, bahkan pimpinannya para ulama dimasanya.

Meskipun khalifah Umar bin Abdul Azis menorehkan prestasi besar pada masa kepemimpinannya, namun gaungnya memang tidak seheboh para khalifah - khalifah sebelumnya. Maklumlah, khalifah Umar bin Abdul Azis memang sangat membenci para penyair istana dan menyuruh mereka pergi. Biasanya, para penyair senang merapat dipintu penguasa, lalu mereka membuat beragam syair - syair pujian tentang penguasa untuk mendapatkan imbalan tertentu. Tak peduli penguasanya jahil, zhalim atau menindas sekalipun. Selain disampaikan didepan penguasa, syair mereka juga disebarkan kepada masyarakat. Dimasa sekarang, tugas para penyair itu kira - kira mirip dengan para aktivis yang menyebar hoax, wartawan yang memanipulasi berita atau lembaga survei yang mengelabuhi fakta dilapangan. Prestasi dan capaian khalifah Umar bin Abdul Azis, ditulis oleh tinta sejarahwan, bukan oleh sajak para penyair.

Seperti itulah gambaran saat ulama menjadi umara. Karena dimasa terdahulu, orang yang alim kadang juga diberi kesempatan untuk berbakti kepada negerinya. Gambaran tentang kepemimpinan mereka perlu kita hadirkan agar bisa menjadi cermin bagi para politisi muslim untuk membangun visi mereka dalam bernegara serta menjadi panduan bagi umat dalam memilih siapa yang akan menjadi pemimpinnya. Kita semua rindu dipimpin oleh ulama yang shaleh, ilmu agamanya mumpuni, fasih berbahasa arab dan hafizh qur'an. Kita juga rindu dipimpin oleh umara yang berpengalaman, penuh dedikasi, handal dan teruji serta penuh dengan capaian prestasi membanggakan. Pada diri Ahmad Heryawan, harapan itu sungguh layak kita sematkan. Pribadi seperti Ahmad Heryawan layak kita perjuangkan sebagai pemimpin negeri. Agar kisah - kisah menakjubkan seperti Umar bin Abdul Azis bukan sekedar menjadi dongeng sejarah dimasa lalu tapi juga benar - benar bisa hadir terwujud dalam kehidupan kita dimasa sekarang dan masa yang akan datang. Wallahu a'lam.

Eko Jun
Cilacap

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama