PKS Kabupaten Tangerang
Sumber: google

Salah satu lapangan kehidupan yang bernilai strategis, namun sangat jarang dimasuki oleh perempuan adalah politik. Alasan yang sering dibenturkan adalah Islam begitu menjunjung peran perempuan, memasuki arena politik berarti mengeksposnya. Selain itu, politik juga dipandang sebagai sesuatu yang kotor dan hanya bersifat otoritas. Padahal politik adalah salah satu lahan dakwah yang sangat strategis, namun amat terabaikan. Untuk itu bekal yang harus disiapkan adalah memahami politik dari kacamata Islam, bukan dari sekularisme.

Islam telah memberikan hak sosial, politik, dan ekonomi kepada perempuan. Islam selalu menjaga kehormatan dan memperlakukan perempuan dengan penuh penghargaan dan keagungan. Sungguh suatu hak yang tidak pernah diberikan oleh ideologi manapun di dunia ini selain Islam. Syaikh Muhammad Abduh pernah berkata bahwa kedudukan yang diperoleh kaum perempuan ini belum pernah diberikan oleh agama dan Undang-Undang manapun di dunia ini kecuali Islam. 

Bangsa Eropa misalnya, karena kemajuan peradabannya telah menghormati dan memuliakan perempuan dengan cara membekalinya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Namun, kedudukan yang mereka berikan itu masih jauh lebih rendah dibandingkan kedudukan yang diberikan Islam kepada perempuan. Sejarah telah mencatat bahwa pada abad pertengahan, tepatnya tahun 1500 M, Eropa telah menyaksikan tragedi penyiksaan yang sangat keji terhadap perempuan. 

Sebanyak 9 juta perempuan dibakar hidup-hidup oleh sebuah Dewan Khusus yang sebelumnya mengadakan pertemuan di Roma, Italia dengan sebuah konklusi bahwa “kaum perempuan tidak mempunyai jiwa." Sedangkan lembaga filsafat dan ilmu pengetahuan di Yunani memandang perempuan secara tiranis dan tidak memberinya kedudukan berarti dalam masyarakat. Bahkan menganggap perempuan adalah makhluk yang lebih rendah dari laki-laki. 

Rambu-Rambu Moral Aktivitas Politik
Sekelumit tragedi tentang perempuan di atas membuat hati para perempuan sangat teriris. Akan tetapi, pada hari ini kejadian itu seakan diminta sendiri oleh kaum perempuan. Itu menjadi sebuah masalah bersama yang mesti dipecahkan. Jalan yang mesti dilalui adalah menghimpun kekuatan untuk membuat suatu kebijakan dalam kancah politik dan penggerak yang dibutuhkan untuk memperjuangkan hal itu adalah perempuan. Kita perlu merenungi uraian singkat yang difirmankan Allaah SWT:
"Barang siapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia beriman, maka mereka itu masuk surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit." (QS. An-Nisaa’ 4: 124)
Meretas langkah menuju jalan dakwah adalah satu ungkapan yang membutuhkan subyek untuk menggapainya. Memikirkan bagaimana strateginya juga merupakan suatu yang harus dilakukan secara analitik. Pernyataan ini bukanlah sesuatu yang sulit untuk dipahami. Bukankah Islam telah mengatur keseimbangan dalam segala sisi kehidupan. Perempuan adalah titik keseimbangan dari laki-laki. Maka dianggap penting untuk menumbuhkan titik itu demi misi dakwah yang diemban oleh tiap makhluk ciptaan-Nya. 
Kiprah perempuan yang akan semakin menonjol pada abad ke-21. Perempuan maju menurut adalah perempuan yang lebih berani tampil tanpa “dihambat” oleh berbagai macam aturan agama. Pernyataan ini bisa jadi merupakan bagian dari ide masyarakat sekuler atau perlawanan masyarakat yang terhegemoni oleh doktrin-doktrin keagamaan, sedemikian rupa, hingga mematikan potensi kemanusiaan mereka. 
Strategi yang dapat dimunculkan untuk misi dakwah dapat mencakup berbagai bidang. Politik misalnya sebagaimana bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lainnya juga merupakan bagian dari syumul Islam yang tak dapat ditinggalkan oleh muslim dan muslimat. Politik bukanlah sekadar kehidupan dunia yang berkonotasi kotor, sedangkan Islam bukanlah sekadar urusan dunia yang berkonotasi bersih. Justru Islam meletakkan pondasi yang kokoh yaitu hanya ada satu jalan untuk menggapai kemenangan duniawi dan ukhrawi. Rasulullah pernah memberikan instruksi, kalaupun kita tahu besok kiamat, sedang hari ini di tangan kita ada biji tumbuhan, tanamlah segera!
Tak dapat dipungkiri bahwa di kalangan komunitas Islam sebuah fenomena sekularisme amat kental terlihat oleh kedua mata, termasuk dalam bidang politik. Bahkan tak ayal terdengar di telinga kita. Tetapi bukan berarti kita harus menutup mata dan menyumbat telinga untuk hal demikian. Sebagian masyarakat menolak politik karena menganggap bukan dari bagian Islam, bahkan ada yang memarginalkan peran politik perempuan karena dianggap wilayah terlarang.
Dalam perspektif Aristoteles dan para filsuf Yunani, politik dimaknai sebagai segala sesuatu yang sifatnya dapat direalisasikan kebaikan di tengah masyarakat. Ia meliputi semua urusan yang ada dalam masyarakat; sudut pandang ini meletakkan politik sebagai bagian dari moral dan akhlak. Secara terminologi Arab, dapat dipahami bahwa kata politik (siyasah) berasal dari kata as-saus yang berarti kepengurusan (Ar-Riasah). Jika dikatakan saasa al-amra berarti menangani urusan (qaama-bihi). Syarat bahwa seseorang berpolitik dalam konteks ini yakni melakukan sesuatu yang membawa maslahat jamaah atau sekumpulan orang.

Affirmative action pencalonan perempuan minimal 30% di Indonesia adalah suatu langkah yang tepat, dalam konteks menghadirkan dan membentuk  sejarah pengalaman politik perempuan yang diraih dari hasil menghadirkan identitas serta kepentingannya dalam antagonisme politik yang ada. Artinya kehadiran perempuan melalui proses pertarungan dan kontestasi elektoral melalui dorongan pencalonan merupakan hal positif dalam menantang kondisi patriarki dan oligarki di masyarakat maupun di dalam partai politik.

Perempuan menjadi salah satu pihak yang paling dirugikan dari fenomena-fenomena perampasan lahan dan konflik agraria di atas. Laporan Solidaritas Perempuan tahun 2017 menunjukkan jumlah rumah tangga miskin dengan kepala keluarga perempuan mengalami kenaikan sebesar 16,12 % dari 14,9 % pada tahun 2014. Hilangnya tanah sebagai sumber kehidupan untuk pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga maupun ekonomi keluarga berdampak kepada meningkatnya beban perempuan dalam memastikan tersedianya pangan keluarga.
Kita adalah bangsa besar yang membutuhkan manusia yang kokoh dan mandiri agar mampu bersaing pada abad mendatang. Dengan kondisi saat ini,  telah terjadi persaingan yang kuat antarnegara, baik di tingkat regional atau internasional, sangat miris jika kita hanya menjadi pelengkap dalam silang dunia, meskipun secara  geografis posisi Indonesia sangat strategis.
Dengan demikian sudah saatnya kita semua berpikir jernih agar perempuan mendapatkan hak-haknya secara penuh, sehingga mereka mampu melahirkan generasi muda Indonesia yang kuat di masa mendatang. Jika segelintir perempuan tergerak untuk berpolitik dengan membawa maslahat sekumpulan orang, rasanya amat picik pikiran kita bila menganggap kiprah itu tidak sesuai dengan koridor Islam. Selama dalam langkahnya sesuai dengan ketentuan yang telah disyariatkan. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama