Pada Tahun 1994, tepat di hari minggu tanggal 4 September dini hari, lahir seorang putra dari pasangan suami istri N.S. Holidah dan M. Hariri. Anak tersebut diberikan nama Maulana Iqbal Muhammad Syahreza. Ia terlahir dari keluarga sederhana, tidak bergelimang harta dan bernasab Tangerang asli.
Ayahandanya keturunan asli Tangerang Utara tepatnya di kecamatan Mauk. Namun, pada tahun 2004 kecamatan Mauk mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Kemiri. Kecamatan Kemiri adalah kecamatan yang memiliki tujuh desa, di antaranya: desa Kemiri, Klebet, Patra Manggala, Lontar, Karanganyar, Rancalabuh, dan Legok Sukamaju.
Dulu pada tahun 2002, waktu Maulana masih kecil, kira-kira ia berusia 8 tahun atau kelas 2 SD. Kondisi desa Kemiri masih seperti hutan belantara, tidak banyak rumah yang berimpitan, hanya pepohonan tinggi yang mengitari perkampungan. Jalan raya pun masih sebatas batu kali yang belum diratakan oleh alat berat. Meskipun ada yang sudah diaspal, akan tetapi banyak lubang di mana-mana.
Selain akses jalan yang belum merata, angkutan umum pun masih sulit ditemui, hanya ojek pangkalan yang sering mondar-mandir mencari penumpang sambil memarkirkan kendaraannya di pertigaan Kendal, mereka menunggu angkutan yang dari arah Jakarta dan kota Tangerang yang mengangkut masyarakat yang bekerja di kota yang mau pulang kampung untuk mengunjungi sanak saudara.
Pada tahun 2008, ketika itu Maulana berusia 11 tahun atau kelas 6 SD. Tepat akan diadakannya pemilihan kepada daerah serentak. Desa Kemiri kedatangan seorang calon bupati yaitu Bapak Ismet Iskandar. Bapak Ismet beserta rombongan datang dengan menggunakan helikopter dan mendarat di sebuah lapangan sepak bola, tepat di belakang kantor kecamatan Kemiri. Hal itu dilakukan karena akses jalan untuk kendaraan masih sedikit sulit, ditambah infrastruktur yang masih belum baik. Maklum saja kecamatan Kemiri baru berjalan empat tahun setelah memisahkan diri dari kecamatan Mauk.
Setelah kunjungan calon bupati Tangerang, dan terpilihnya Bapak Ismet sebagai bupati Tangerang dalam pemilu serentak 2008, kecamatan Kemiri mulai berangsur-angsur memperbaiki sarana dan prasarana, seperti jalan raya utama yang menghubungkan kantor kecamatan, sekolah dan sara publik lainnya.
Pagi hari di hari Minggu tahun 2009, ketika itu Maulana baru berusia 15 tahun. Maulana dan ayahnya melakukan joging pagi mengitari alam Kemiri yang masih asri dan dipenuhi pepohonan hijau, hamparan sawah hijau menguning, dan sebagian petani sedang menggebot hasil panen padi yang ia tanam. Hal tersebut menambah keeksotikan bumi petilasan para ulama (Kemiri).
Ketika dalam perjalanan mengitari perkampungan dan persawahan, Maulana melihat sebuah sumur dan semacam tembok berbentuk segi empat yang berada di sisi sungai dan persawahan. Seketika Maulana bertanya kepada sang Ayah.
“Ayah, sumur apakah itu? Kok terletak di kebun, sisi sungai dan persawahan?” Maulana bertanya kepada Ayah yang tengah terdiam memandangi alam sekitar.
“Oh itu ..., itu adalah tempat petilasan KH. Khaerun Kakeknya Abuya Uci Turtusi, KH. Mansyur dan KH. Barmawi. Di mana tempat tersebut digunakan sebagai tempat persembunyian dari penjajah kolonial belanda dan tempat bermusyawarah para ulama Banten dalam membuat strategi untuk mengusir penjajah kolonial Belanda dari bumi Tangerang. Ketika itu tiga ulama Banten melihat ada sebuah sumur yang airnya jernih, dan tidak pernah kering dalam situasi kemarau sekalipun. Akhirnya mereka bertiga berniat untuk menjadikan tempat tersebut sebagai sebuah tempat persembunyian dalam melakukan strategi untuk mengusir penjajah kolonial Belanda. Sehingga, sampai sekarang sumur itu tidak pernah surut dan kering ....” Ayah menjelaskan dengan gamblang sejarah singkat sumur petilasan ulama Banten.
Petilasan ulama Banten yang terletak di desa Kemiri, oleh tokoh masyarakat sekitar diberi nama sumur Sentul. Mengapa demikian? Sebab sumur tersebut letaknya tepat berada di kampung Sentul, desa Klebet, kecamatan Kemiri, kabupaten Tangerang Banten. Sehingga, hal itu memudahkan bagi para pengunjung yang akan menziarahi tempat tersebut.
Dan petilasan ulama Banten mulai dikenal oleh masyarakat luas ketika kehadiran Abuya Uci Turtusi yang berkunjung untuk menziarahi tempat Kakeknya, sekaligus meminta masyarakat sekitar untuk dapat memperbaiki kondisi tempat petilasan ulama Banten tersebut, agar lebih rapi dan terawat.
Kini, setelah 27 tahun hidup di bumi petilasan ulama Banten, kecamatan Kemiri menjadi kecamatan yang mandiri, moderat dan sejahtera bagi masyarakatnya, karena daerahnya telah dikenal sebagai daerah objek wisata religi bagi masyarakat luas dan karomahnya sumur Sentul yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Wallahu’alam bi Showab.
Iqbal Maulana
Kemiri, Oktober 2021
إرسال تعليق