Dalam suatu organisasi yang sudah dibentuk belasan bahkan puluhan tahun, buntunya regenerasi tampaknya menjadi problem yang harus segera dicarikan solusi secara komprehensif.
Solusi yang dimaksud bukan sekedar melakukan program Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) misalnya, atau training-training tentang organisasi dan sejenisnya, tetapi lebih mendasar kesoal yang lebih fundamental yaitu pembinaan jangka panjang.
Pembinaan yang dimaksud adalah suatu program yang dirancang khusus oleh organisasi yang harus diterapkan langsung di lingkungan keluarga, penanggung jawab program ini adalah orang tua (bapak dan ibu) yang diperuntukkan untuk anak-anaknya dan dilaksanakan selama kurun waktu 10 sampai 15 tahun sejak balita hingga baligh. Seperti apa bentuk programnya ?
Secara umum program ini berkesinambungan dari mulai anak usia Balita, berlanjut usia 6 sampai 10 tahun dan saat anak menginjak remaja 11 sampai 17 tahun. Pelaksana program ini langsung oleh orangtua yaitu bapak dan ibunya yang diterapkan langsung untuk anak-anaknya dengan prioritas utama kaderisasi untuk disiapkan menjadi penerus jalannya organisasi atau melanjutkan proses dakwah kelak saat mereka dewasa.
Kita tentu harus menyadari saat anak-anak kita beranjak dewasa, tentu usia kita sudah menua, selisih rata-rata kita dengan anak sulung kita minimal terpaut 25 hingga 30 tahun, jadi saat anak kita berusia 40 tahun, saat itu usia kita sudah menginjak 65 atau 70 tahun.
Kaderisasi yang dilakukan dilingkungan keluarga ini akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan visi dan misi organisasi, paling tidak penerus ideologi adalah keturunan biologis yang secara ruh juga mempunyai keterlibatan batin yang kuat.
Setidaknya bidang kaderisasi organisasi akan sangat terbantu menjalankan program kaderisasi organisasi ketika pondasi dari keluarganya sudah terpancang kuat melalui program kaderisasi keluarga.
Problem yang dihadapi saat ini adalah minimnya program kaderisasi di lingkungan keluarga sehingga terjadi beberapa kasus, Bapak dan Ibunya sibuk melakukan kegiatan diluar dengan alasan berdakwah dan melaksanakan program-program organisasi, sampai terjadi anak-anaknya terlupakan bahwa anak-anaknya lah yang seharusnya paling berhak mendapat training khusus dari orangtuanya untuk kelak juga terjun bergabung meneruskan visi dan misi organisasi.
Jangan sampai justru anak-anak berfikir sebaliknya, "Saya tidak mau seperti Bapakku atau ibuku yang sibuk diluaran, kesana kemari mengurus orang lain sementara saya kurang diperhatikan". Kalimat ini jangan sampai terlantar dari lisan mereka, karena itu menunjukkan bahwa proses kaderisasi di tingkat keluarga gagal total.
So, ini hanya suatu pendapat dari hasil pengamatan dan monitoring penulis pribadi yang selain aktif belajar dan mengajar Tahsinul Qur'an anak- anak usia SD dan mengajar Iqro Bapak-bapak di lingkungan, serta aktif membimbing mentoring remaja usia SMA dan Mahasiswa. Penulis menemukan satu fenomena kurang antusiasnya anak-anak kader dalam mengikuti program mentoring yang diprogramkan oleh bidang kaderisasi.
Dari jumlah anggota di group mentoring, kehadiran dan antusiasme anggota hanya 40%, dan 40% ini adalah anak-anak yang sudah terkader di lingkungan keluarganya, artinya pondasi yang ditanamkan oleh kedua orangtuanya sudah cukup bagus, sehingga Mentor tinggal menyiapkan program lanjutan untuk kesiapan mereka terjun langsung bergabung dan aktif di organisasi dan kemasyarakatan. Sedangkan yang tidak aktif itu menunjukkan kondisi yang sebaliknya, kaderisasi ditingkat keluarga tidak berjalan dengan baik.
Wallahu 'alam bishowab
Kang Mul
إرسال تعليق