Hidayat Nur Wahid |
Yang jelas, sudah ada dua partai politik di KMP yang tegas-tegas menyatakan berada di luar pemerintahan. Yakni Partai Gerindra dan PKS.
Sedangkan Partai Demokrat yang menyatakan sebagai partai penyeimbang juga sudah menyatakan tetap berada di luar pemerintahan.
Ini berarti yang mungkin masuk kabinet bila reshuffle dilakukan adalah PAN, Partai Golkar, PPP hasil Muktamar Jakarta yang dikomando Djan Faridz.
Bagaimana reaksi tokoh PKS Hidayat Nur Wahid melihat hal itu? Berikut wawancara Rakyat Merdeka dengan Wakil Ketua MPR itu, Senin (15/6):
Presiden Jokowi telah menyatakan bisa KMP menjadi menteri, tanggapan Anda?
Secara prinsip mau reshuffle atau tidak reshuffle itu hak prerogatif presiden. Terserah saja kalau ada menteri dari KMP.
Bagaimana dengan PKS?
PKS tetap berada di luar pemerintahan. Kami bisa menjamin itu karena sudah diputuskan menjadi sikap partai. Tapi kalau partai lain yang bergabung di KMP, tentu terserah teman-teman lain.
Kenapa tidak mau bergabung di pemerintahan Jokowi?
Sikap kami ini tidak bisa diartikan bahwa kami menghalang-halangi program pemerintah. Berada di luar kabinet juga terhormat. Karena kami di DPR dan MPR bisa melaksanakan program membangun bangsa dan negara melalui fungsi DPR dan MPR, yakni mengawasi agar janji-janji pemerintah, janji Presiden Jokowi bisa terlaksana maksimal.
Prinsipnya kami menyerahkan semuanya kepada Presiden. Jangan sampai hak prerogatif itu digunakan hanya untuk memuaskan pihak koalisi manapun, oposisi atau non oposisi. Tapi betul-betul porosnya kepada peningkatan kinerja, merealisasikan janji-janji saat kampanye. Karena banyak negara menyebut Indonesia ini darurat macam-macam gitu.
Maksudnya?
Sekarang ini ada darurat perlindungan anak, darurat narkoba, darurat korupsi. Bahkan ada mengkhawatirkan Indonesia akan masuk ke dalam resesi ekonomi karena dolar semakin menguat. Belum lagi masalah penegakan hukum yang belum berjalan maksimal. Ini tentu memerlukan kinerja kabinet yang sangat bagus. Makanya alasan reshuffle hanya untuk itu, bukan karena kepentingan koalisi, baik KIH maupun KMP.
Harusnya bagaimana?
Harusnya betul-betul karena penilaian objektif Presiden untuk meningkatkan kinerja yang bisa merealisasikan janji kampanyenya. Kemudian menyelamatkan Indonesia dari kondisi darurat, maupun resesi ekonomi yang membayangi ini.
Bukankah mengambil menteri dari KMP agar tidak ada kritik di DPR?
Malah saya khawatir membuat beliau dikritik oleh kawan-kawan dari KIH. Ini juga perlu dipertimbangkan. Sebab, saat Presiden salah menyebut kota kelahiran Soekarno, KIH sangat keras mengkritiknya.
Kalau tetap ada menteri dari KMP?
Jangan sampai kebijakan beliau justru bukan menyelesaikan masalah, tapi malah menambah kerumitan masalah. Rumit dengan KIH dan rumit dengan KMP yang juga belum tentu mau ditawari menjadi menteri. Kalau masuk, saya yakin tidak atas nama KMP, tapi atas nama individu.
Apa saran Anda kepada Jokowi?
Kami berpendapat, kalau dilakukan reshuffle kabinet, ambil dari kalangan ahli. Dulu kan beliau menjanjikan bahwa kabinet itu tidak transaksional, tapi kabinet ahli, kabinet kerja. Itu saja dinomorsatukan. Jangan malah seolah-olah ini gara-gara KMP, sehingga program pemerintah nggak jalan.
Itu semua diserahkan kepada penilaian rakyat. Secara prinsip silakan lakukan reshuffle kabinet, dan silakan rakyat menilainya. Apakah pilihannya betul-betul profesional atau bagaimana. [rmol.co]
Posting Komentar