Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasludin |
PKSTangerang.com - Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin merasa heran dengan pernyataan pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan jajarannya, bahwa terjadi surplus beras hingga 4 juta ton, namun di lain pihak mereka mengaku terjadi amburadulnya data.
Bahkan hingga saat ini, pemerintah masih melakukan impor beras dengan alasan demi untuk menjaga stabilitas berupa cadangan sebesar 1 juta ton dari vietnam dan berencana menambah hingga 9 juta ton.
“Pemerintah boleh impor beras. Kita tidak antipati dengan impor. Namun yang diimpor jangan beras reguler. Beras khusus kualitas premium silahkan diimpor untuk kebutuhan masyarakat yang khusus seperti jenis Basmati,” kata Andi Akmal dalam keterangan tertulis, Juma (27/11).
Politisi PKS ini menjelaskan, hingga saat ini berdasar data BPS, impor beras yang kualitas khusus telah mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Beras yang di datangkan dari Thailand, Pakistan, India, Vietnam dan beberapa negara lain ini mencapai 250.703 ton senilai 110,3 juta dollar Amerika. Bahkan, untuk bulan Oktober 2015, terjadi kenaikan impor beras khusus ini sebesar 4,6 kali lipat dari bulan sebelumnya sebesar 4.582 ton menjadi 21.092 ton.
Pemerintah ingin menjelaskan dan membuktikan kepada masyarakat, kata Akmal, bahwa kinerjanya mampu membuat surplus beras hingga 4 juta ton. Namun bukti di lapangan tidak menggambarkan apa yang sedang di yakinkan. Masih terjadi beras yang mahal akibat kenaikan yang berkala dan masih terjadi impor beras dengan alasan cadangan merupakan contoh nyata paradoks surplus beras.
“Wajar banyak orang heran dan tidak percaya bila pemerintah ngaku-ngaku surplus beras. Beras memang cenderung naik produksinya tiap tahun. Namun untuk mengaku surplus, kenapa yang surplus itu tidak tidak dijadikan cadangan. Malah opsi yang ditawarkan impor”, kritis Legislator Sulawesi Selatan II ini.
Anggota Banggar DPR ini meyakini, untuk wilayah-wilayah tertentu dengan perhitungan produksi beras pada suatu propinsi, memang terjadi surplus beras, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Namun ketika dikonsolidasi secara nasional, pemerintah masih belum mampu membuat skema yang tepat. Ini terbukti dan diakui oleh para pejabat pemerintah, bahwa data pangan kita masih amburadul.
“Sekarang, sebaiknya pemerintah perbaiki dulu sistem validasi data pangan sehingga keputusan yang diambil tepat sasaran dan publikasi yang dilontarkan sejalan dengan yang terjadi di lapangan. Karena, ungkapan-ungkapan pemerintah yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan merupakan tidak lebih dari menipu rakyat”, pungkas Andi Akmal Pasluddin.
Sumber: waspada.co.id
إرسال تعليق