Dari kiri, Azmi Robbi, Lilik Hendrawati, Tsabita Fuada, dan Nisa Rahmi di kantor DPW PKS Jatim. Mereka berdiskusi soal pernikahan. (Foto: www.jawapos.com) |
Kabtangerang.pks.id - Awalnya, Nisa, Tsabita, dan Azmi tidak terlalu ambil pusing dengan pernikahan. Lagi pula, mereka masih muda dan menjalani masa kuliah. Namun, setelah mengikuti sekolah pranikah, mereka terinspirasi dan ingin segera membangun mahligai rumah tangga.
Sekolah pranikah memang termasuk salah satu bagian dari program teranyar Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jatim.
Yaitu, Rumah Keluarga Indonesia (RKI). Program itu digagas bidang perempuan dan ketahanan keluarga (PKK). Tujuannya adalah membangun sebuah bangsa yang kuat.
Dari keluarga yang kuat, terbentuk masyarakat yang kuat pula. Programnya meliputi delapan pos pengembangan. Antara lain, advokasi keluarga, pendidikan orang tua dan anak.
Kemudian, sahabat anak dan remaja, pos ekonomi keluarga, serta pendidikan politik dan pembinaan lansia. Sekolah pranikah adalah pembekalan pertama yang diberikan kepada kader termuda.
Salah seorang pesertanya, Nisa Rahmi, mahasiswi Jurusan Manajemen Universitas Airlangga. Awalnya, dia menganggap remeh sekolah pranikah.
Semula dia berpikir: ’’Nikah kok dibahas.’’ Demikian pula kawan-kawannya sesama peserta perempuan.
Namun, malam hari selepas materi pertama diberikan, Nisa dan teman-temannya mulai antusias membicarakan materi sampai membagi hal tentang pernikahan impian masing-masing suatu saat kelak.
’’Kami waktu itu satu kamar. Mulai deh kami ngerumpi masalah pernikahan,’’ ucap Nisa kepada Jawa Pos. Pembicaraan pun mengalir jauh. Mereka saling bertanya tentang kapan menikah.
Ada yang menjawab dengan mantap, ada yang ragu-ragu, serta ada yang masih malu-malu dan menyimpan dalam hati.
’’Ternyata materinya seru, bikin baper (terbawa perasaan),’’ katanya.
Nisa menyatakan siap menikah begitu selesai menuntaskan skripsi. Selepas sidang, jika ada seorang laki-laki yang mengkhitbah (melamar), dia akan menerima dengan tangan terbuka.
’’Kalau dia serius, akan saya sambut. Kalau jalannya gampang, kata ustad, itulah tanda-tanda berjodoh,’’ ungkapnya.
Meski siap, Nisa ternyata sampai sekarang belum punya calon. ’’Belum. Doakan saja semoga cepat,’’ ujarnya, lantas tertawa.
Anak-anak muda PKS itu memang sejak awal enggan berpacaran. Setali tiga uang dengan Nisa, Tsabita Fuada yang lahir di Surabaya belum pernah dekat dengan lelaki mana pun.
Dia bangga dengan prinsip yang dipegangnya tersebut. ’’Tandanya, saya cuma satu-satunya milik suami saya,’’ tuturnya tersipu.
Tsabita tidak muluk soal kriteria pasangan. Dia mengungkapkan bahwa semua akhwat peserta sekolah pranikah kompak menyebut saleh sebagai kriteria pertama calon suami.
Saleh dalam pandangan mereka adalah amanah dan bertanggung jawab. Serta dapat diandalkan untuk memimpin keluarga di dunia sampai di akhirat. Soal ekonomi, nomor kesekian.
’’Calon suami tidak harus yang berpenghasilan tetap, tetapi yang tetap berpenghasilan,’’ terangnya.
Sementara itu, Azmi Robbani tampak sudah punya seribu rencana menuju pernikahan. Waktu ditanya kapan menikah, pria berkacamata itu menjawab mantap.
’’Dua tahun lalu rencananya,’’ katanya. Sayangnya, rencana tinggal rencana.
Selain karena belum ada calon yang mendekat, orang tua belum mengizinkan mahasiswa Ilmu Ekonomi Universitas Airlangga itu menikah sebelum menyelesaikan S-2.
’’Artinya, targetnya dipindah habis S-2, hehe..’’ jelasnya, lalu terkekeh.
Lilik Hendrawati, ketua BPKK DPW PKS sekaligus mentor mereka, menjelaskan bahwa setidaknya ada empat hal yang diajarkan kepada peserta didik sebagai persiapan menikah.
Yakni, kesiapan lahir berupa fisik maupun psikis, finansial, pengetahuan agama dan kerumahtanggaan, serta proses pernikahan menurut prosedur agama.
Program RKI itu, menurut Lilik, berangkat dari keresahan tingginya angka perceraian di Jatim.
Program RKI maupun sekolah pranikah diharapkan mampu membentuk keluarga yang lebih tangguh dan memiliki kontribusi kepada umat.
Sumber: jawapos.com
Posting Komentar