PKS Kabupaten Tangerang
Ilustrasi (foto: tempo.com)
Oleh: Pandu Wibowo, S.Sos
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik CIDES Indonesia,
Mahasiswa S2 Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia

Bonus Demografi dan Peluang PKS Muda

Menurut perhitungan statistik, pada tahun 2020-2030 Indonesia akan mengalami sebuah bonus demografi. Bonus demografi merupakan fenomena evolusi kependudukan, di mana tingkat ketergantungan kelompok yang tidak produktif semakin kecil. Jumlah usia angkatan kerja produktif (15-64 tahun) pada tahun 2020 – 2030 akan mencapai 70 persen, sementara 30 persennya merupakan penduduk yang tidak produktif, meliputi anak-anak dan penduduk lansia (BPS, 2016).

Demografi adalah ilmu statistik dan matematika yang mempelajari ukuran, komposisi dan persebaran penduduk serta perubahannya pada suatu kurun waktu melalui proses fertilitas, mortalitas, perkawinan, migrasi serta perubahan penduduk (Boque: 1969). Bonus demografi ini ditandai dengan keadaan tingginya jumlah penduduk yang usia produktif lebih besar dibandingkan dengan usia tidak produktif. Usia produktif lebih besar dibadingkan usia non produktif itu artinya beban ketergantungan penduduk akan berkurang jikalau dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Bonus demografi ini merupakan peristiwa evolusi kependudukan yang membutuhkan road map pembangunan jangka menengah dan jangka panjang serta kerja keras agar dampak positif darinya dapat diraih. Fenomena evolusi kependudukan ini tidak dapat direspon dengan cara instan dan tergesa-gesa. Perlu perumusan kebijakan publik secara matang dan terencana.

Dengan melihat data bonus demografi di atas, peran pemuda harus dioptimalkan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan bangsa. Optimalisasi peran tersebut bukan hanya menyentuh aspek pembangunan pendidikan dan ekonomi di tataran masyarakat, melainkan dapat menyentuh aspek politik sebagai instrumen demokrasi dalam rangka proses pembangunan bangsa secara periodik. Dengan masuknya pemuda di dunia politik praktis ini, maka secara bertahap pembangunan kaderisasi dunia politik secara umum dan kaderisasi partai politik secara khusus akan berjalan secara efektif.

Hadirnya pendekatan politik berbasis anak-anak muda seperti PKS Muda yang diciptakan dan diperkenalkan oleh Partai Keadilan Sejahtera sebenarnya merupakan sebuah peluang besar dalam rangka a) pendulangan suara kalangan muda di pemilihan umum; b) proses kaderisasi politik dan; c) optimalisasi peran serta potensi pemuda dalam rangka pembangunan bangsa.

Pendulangan suara kalangan muda di pemilihan umum

Pemilihan umum selalu menumbuhkan harapan baru. Sekitar 20 juta jiwa lebih yang merupakan pemilih pemula di Pemilu 2014 kemarin. Berdasarkan catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU), jumlah pemilih pemula pada Pemilu 2014 mencapai 11 persen dari total 186 juta jiwa pemilih (KPU, 2014). Jumlah ini meningkat dibandingkan dua pemilu sebelumnya. Pada tahun 2004, jumlah pemilih pemula sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih (18,4 persen). Sementara pada Pemilu 2009, ada sekitar 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih (21 persen), (Litbang Kompas, 2014).

Antusiasme para pemilihpemula sangat begitu terasa dalam proses politik dan demokrasi. Kelompok ini adalah mereka yang berusia 17-22 tahun, yang untuk pertama kalinya akan berpartisipasi dan mencari pengalaman politik dalam pemilu. Pemilih pemula yang berjumlah besar dan melek politik menjadi kekuatan dan daya tawar tersendiri dalam pemilu kar. Rupanya, antusiasme kelompok pemilih ini pun cukup tinggi. Dalam beberapa hasil survei yang dilakukan, mayoritas responden (92,8persen) yang merupakan pemilih pemula menyatakan ingin memberikan suaranya pada 9 April 2014.

Dengan melihat data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pemilih muda adalah suara yang amat potensial dalam pemilu. PKS harus lebih inklusif agar dapat mengundang para kalangan muda tersebut dengan agenda-agenda kreatif dan inovatif yang disukai oleh mereka, sehingga mereka tertarik untuk masuk ke dalam PKS Muda. Adapun agenda-agenda kretaif dan inovatif ini harus dilakukan secara bertahap dan tidak serta merta langsung masuk ke dalam penjelasan tentang dunia politik. Fokus dalam tahap awal ini adalah pengenalan dan membuat para pemilih pemula ini nyaman terebih dahulu dengan PKS Muda.

Jika PKS dapat menggiring suara pemuda ini di setiap proses pemilu, baik itu Pilkada serentak, Pileg, dan Pilpres, maka PKS dapat menambah suara baru bukan hanya dari basis ideologisnya saja, namun juga dari kalangan muda secara umumnya. Jika suara PKS di Pileg 2014 mencapai 8 juta, maka dengan tambahan suara kalangan muda ini, maka suara PKS maksmimal akan mampu bertambah menjadi 28 juta dengan asumsi 20 juta pemilih adalah pemilih pemula. Sedangkan jika kita pakai asusmsi realistis dengan mempertimbangkan margin eror, maka suara seharusnya yang di dapat PKS di Pileg 2019 adalah 18 juta suara dengan asumsi: 1) suara PKS tidak turun dari angka 8 juta di Pileg 2014 kemarin; 2) PKS berhasil mendapatkan 50% suara dari pemilu pemula. Dengan prolehan suara tersebut, suara PKS akan naik menjadi 18 juga dan tentunya PKS dapat masuk 3 besar partai politik pada tahun 2019.

Proses kaderisasi politik

Jantung dari sebuah organisasi partai politik adalah kaderisasi. Banyak partai politik yang gagal melakukan regenerasi karena tidak dapat melakukan proses regenerasi yang baik di internal partai. Sosok figuritas sangat dijunjung tinggi, sehingga melupakan regenerasi masa depan partai. Banyak juga partai politik yang para kadernya terjerat kasus korupsi maupun kasus kriminal. Hal ini terjadi karena partai gagal dalam proses pembinaan dan pembangunan karakter dengan membumikan visi misi partai kepad kadernya. Oleh sebab itu, sebuah partai politik harus dapat memperhatikan betul kaderisasinya, terutama kaderisasi generasi mudanya.

PKS memang terkenal dengan partai yang diisi oleh anak-anak muda pada awal pendiriannya di masa reformasi. Namun, kekinian, dominasi kader-kader senior dan juga dekadensi potensi kader muda PKS dalam proses pembangunan politik tidak nampak. Dengan melihat hal tersebut, maka proses regenerasi secara bertahap dengan membentuk PKS Muda adalah yang sangat tepat. PKS Muda harus menjadi pintu awal dari agenda persiapan regenerasi tersebut. Sementara itu, PKS harus merumuskan serta memiliki modul dan road map khusus dalam proses kaderisasi mudanya melalui PKS Muda. Jangan sampai, PKS muda hanya menjadi tempat pendulangan suara kalangan muda saja, namun harus lebih dari itu yakni menjadi salah satu bentuk wadah kaderisasi dan regenerasi partai kedepannya.

Selain menjadi wadah regenerasi partai kedepannya, PKS Muda harus menjadi wadah formal di mata masyarakat sebagai pembinaan karakter para kalangan muda yang antusias masuk ke dalam dunia politik. Sehingga ketika mereka masuk ke dalam dunia politik, mereka sudah terbentengi asas integritas dalam membersamai rakyat. Hal lain yang tidak kalah penting adalah PKS Muda bukan hanya menjadi wadah dan juga tempat kaderisasi partai yang diisi oleh anak-anak kader senior PKS. Jika hanya menjadi wadah bagi anak-anak kader untuk bergerak, ini merupakan proses kaderisasi politik yang salah. Karena peluang 20 juta suara kalangan muda di Indonesia mayoritasnya adalah suara bukan dari anak-anak kader senior di PKS ataupun suara kader-kader muda yang dibina oleh PKS melalui mentoring Islam yang dilakukan, melainkan suara dari pemilih mengambang (swing voter) dan pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters).

Jika PKS mampu mengkolaborasikan antara potensi anak-anak kader, kader muda yang dibina dari mentoring keislaman, dan juga kalangan muda pada umumnya di PKS Muda, maka mereka semua mampu menjadi pemilih kuat bagi PKS (swing voters), dan bukan hanya menjadi suara pemilih PKS di saat Pemilu saja, namun lebih luas juga, yakni sekaligus menjadi mesin penggerak yang begitu militan dalam proses sosialisasi dan pendekatan politik ke masyarakat. Tentu, hal ini menjadi mesin partai yang sangat efektif bagi PKS kedepannya karena dimotori oleh tenaga-tenaga muda yang sangat enerjik, kreatif, inovaif dan juga dinamis dalam bergerak.

Optimalisasi peran serta potensi pemuda

Menurut Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Sonny Harry Harmadi, kelompok pemilih pemula atau pemilih muda di Pemilu 2014 adalah kalangan yang berpendidikan baik, mengenal teknologi maju, dan memperoleh banyak pengaruh dari televisi. Penelitian tersebut dapat kita simpulkan bahwa mereka para pemilih muda adalah sosok yang “melek politik” dan juga “melek problematika bangsa”. PKS harus berani menjadikan para kalangan muda yang sudah terekrut di PKS Muda tersebut menjadi calon legislatif, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Bahkan jika perlu seluruh pengurus PKS dari tingkat DPP, DPW, dan juga DPD wajib memiliki calon dari kalangan muda tersebut di Pileg. Hal ini dilakukan dalam rangka optimalisasi peran pemuda PKS dalam pembangunan bangsa.

PKS harus berani mengambil kebijakan pencalonan para kader-kader PKS Muda di Pileg. Jika PKS berhasil memproyeksikan adanya perawakilan PKS Muda di tingkat DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota – minimal 1 (satu) kader saja, maka PKS dapat membuktikan kepada masyarakat bahwa PKS benar-benar partai yang fokus dan juga berhasil melakukan pembinaan di kalangan muda Indonesia dari tingkat nasional sampai tingkat desa.

Jika PKS dapat sukses memanfaatkan peluang potensi kalangan mudanya, yaitu: a) pendulangan suara anak-anak muda di pemilihan umum; b) proses kaderisasi politik dan; c) optimalisasi peran serta potensi pemuda dalam rangka pembangunan bangsa, maka PKS menjadi partai yang berhasil menyentuk seluruh segmentasi pemilih. Sedangkan suara kalangan muda yang sudah didapat bukan hanya menjadi suara pemilih, melainkan menjadi suara penggerak PKS dalam memobilisasi masyarakat dalam proses dukungan partai dan juga tentunya pembangunan politik bangsa ke depannya.

Sumber: islampos.com

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama