Al Muzzamil Yusuf |
Bangsa Indonesia pernah mengalami situasi gawat darurat yang mengancam eksistensinya sebagai sebuah negara. Yang paling dikenal adalah pemberontakan G30S/PKI. Pahlawan yang lahir dari situasi genting itu adalah Soeharto yang memulihkan situasi keamanan dan Sarwo Edhie Wibowo yang memimpin operasi penumpasan terhadap PKI. Sebelumnya, ada juga peristiwa yang memiliki tingkat kegentingan yang sama, yakni Agresi Mikiter Belanda yang kedua. Jogjakarta sebagai ibukota negara jatuh, tokoh - tokoh penting (Soekarno, Hatta, Syahrir dll) ditahan. Pahlawan yang kahir dari situasi gawat itu adalah Syarifudin Prawiranegara yang membuat Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi, Sumatra.
PKS juga pernah mengalami situasi kegentingan yang berstatus gawat darurat dan mengancam eksistensinya sebagai partai. Yang paling dikenal adalah festivalisasi pemberantasan korupsi dengan peristiwa ditangkapnya LHI oleh KPK. Peristiwa itu terjadi tepat dijantung PKS (kantor DPP), menimpa pucuk pimpinan (presiden partai) dan dalam suasana kritis (hanya beberapa bulan jelang pilkada serentak 2013 dan pemilu 2014). Pahlawan yang lahir dari situasi gawat itu adalah Anis Matta yang mengembalikan mental dan semangat juang para kader yang jatuh dan Fahri Hamzah yang melakukan serangan balik mematikan kepada KPK.
Sebenarnya, ada juga peristiwa yang memiliki tingkat kegentingan yang sama, yakni terperangkapnya PK dalam Undang - Undang Pemilu (tidak lolos electoral threshold sebesar 2%) sehingga tidak bisa mengikuti pemilu selanjutnya (pemilu 2004). Pahlawan yang hadir dalam situasi genting ini adalah Al Muzammil Yusuf. Beliau mendeklarasikan PKS pada tanggal 20 April 2003 dan menjadi Presidennya. Bersama dengan sekjen (Haryo Setyoko) dan Bendum (Mahfudz Abdurrahman) beliau melakukan penataan struktural dan mengawal verifikasi parpol. Hasilnya, 2 Juli 2003 PKS dinyatakan lolos verifikasi secara nasional dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota dan berhak mengikuti Pemilu 2004. Sehari kemudian PK bergabung dengan PKS.
Usai menjalankan tugas yang sangat penting dan genting itu, Al Muzammil Yusuf menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada Hidayat Nur Wahid. Padahal kalau mau jujur, justru sebenarnya PK (Hidayat Nur Wahid) yang menyatakan diri bergabung kepada PKS (Al Muzammil Yusuf). Selanjutnya, beliau memilih untuk turun panggung dan hanya sebagai anggota biasa. Beliau kita kenal sebagai pecinta batik, berbicara luas dan murah senyum, anggota dewan yang kritis dan seringkali menjadi jubir PKS dalam rapat - rapat paripurna di DPR. Beliau juga sering diundang untuk menjadi khatib jum'atan di KPK.
Situasi gawat darurat dan kegentingan yang memaksa adalah momentum kepahlawanan bagi para satria hebat. Dalam silsilah kepemimpinan di PKS, nama Al Muzammil Yusuf tidak pernah disebut sebagai presiden PKS, kendati beliau adalah Presiden PKS yang pertama. Mungkin situasinya agak mirip dengan Syarifudin Prawiranegara, yang tidak pernah disebut sebagai presiden RI (pada peristiwa PDRI). Meski begitu, seluruh kader dan pengurus PKS jelas memiliki hutang budi yang sangat besar kepada Al Muzammil Yusuf.
Eko Jun
إرسال تعليق