JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin AK menyatakan bahwa Fraksi PKS dengan tegas menolak pengesahan RUU Cipta Kerja (Ciptaker) menjadi Undang-Undang.
Partainya menilai, RUU Ciptaker bertentangan dengan politik hukum kebangsaan, yakni bertentangan dengan konstitusi. Selain itu, Amin juga mengatakan bahwa fraksi PKS telah menerima banyak masukan dan sikap penolakan dari berbagai lapisan masyarakat, baik dari organisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, kongres umat Islam, serta dari Serikat Pekerja.
"Selain dari sembilan poin tadi, kami juga menerima banyak masukan dan sikap penolakan dari berbagai pihak. Kami, fraksi PKS menyatakan menolak rancangan undang-undang Cipta kerja untuk ditetapkan sebagai undang-undang," ujar Amin.
Amin menjabarkan sembilan poin dari isi RUU Ciptaker yang ditolak oleh Partai PKS. Yang pertama, kata Amin, RUU Ciptaker dinilai memuat substansi liberalisasi Sumber Daya Alam (SDA) yang dapat mengancam kedaulatan negara melalui pemberian kemudahan kepada pihak swasta. Yang kedua, sependapat dengan Partai Demokrat, PKS menilai RUU Ciptaker merugikan pekerja atau buruh Indonesia dan lebih menguntungkan pengusaha.
"Hal ini tercermin dari perubahan pasal-pasal yang berkaitan dengan hubungan kerja dan pesangon," ujar Amin saat Rapat Paripurna ke-7 Masa Persidangan I di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat (5/10).
Alasan ketiga, lanjut Amin, RUU PKS memuat pengaturan yang berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap kelestarian lingkungan hidup dan alasan keempat, RUU Cipta kerja berpotensi membuka ruang untuk liberalisasi pendidikan.
"Poin kelima, pembentukan lembaga pengelola investasi (LPI) berpotensi bertentangan dengan konstitusi dan supremasi hukum," ujar Amin.
Hal itu dikarenakan, substansi pengawasannya menutup ruang kawasan dan audit keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selain itu juga memberikan kesempatan bagi pengurus dan pejabat pengambil kebijakan. Menurut Amin, ketentuan ini telah bertentangan dengan prinsip yang diamanatkan oleh konstitusi.
Poin keenam yang dipermasalahkan oleh PKS yaitu mengenai impor komoditas pertanian, peternakan, perkebunan, termasuk pembukaan akses bagi kapal berbendera asing. Amin mengatakan bahwa hal tersebut tidak sejalan dengan kepentingan nasional dalam rangka perlindungan petani, nelayan, dan kedaulatan pangan.
"Poin ketujuh, PKS juga melihat bahwa RUU Cipta Kerja memberikan kesempatan besar kepada tenaga kerja asing dan penanam modal asing, daripada memberikan kebijakan yang komprehensif bagi pengembangan dan pemberdayaan UMKM/ koperasi di Indonesia," jelasnya.
Pada poin kedelapan, PKS sangat menyayangkan karena RUU Cipta kerja sebenarnya memberikan kewenangan yang sangat besar bagi pemerintah. Namun tidak diimbangi dengan sistem pengawasan dan pengendalian terhadap penegakan hukum.
"Lalu yang terakhir soal kepemilikan Bank Umum Syariah oleh badan hukum asing. Kami menyayangkan karena masalah kepemilikan bank terkait modal perbankan, dengan penentuan kesehatan modal sebaiknya diberikan kepada OJK, mengikuti aturan undang-undang otoritas yang selama ini tidak diangkat," ujar Amin.
Sumber: merdeka.com
Posting Komentar