PKS Kabupaten Tangerang
Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa
PKSTangerang.com - Komisi VIII DPR mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak judical review (JR) atas Undang-Undang (UU) No.1/1974 tentang perkawinan agar batasan minimal usia menikah bagi perempuan 16 tahun dihapuskan dan diganti menjadi 18 tahun.

Sebab, batasan usia dalam UU tersebut masih relevan yang membuat pihaknya belum perlu merevisi UU Perkawinan dalam waktu dekat untuk menaikkan batasan minimal usia menikah bagi perempuan 16 tahun menjadi 18 tahun.

Sebelumnya Koalisi Indonesia untuk Penghentian Perkawinan Anak (Koalisi 18+) atas keputusan MK tersebut agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendorong DPR mempercepat revisi UU Perkawinan terutama Pasal 7 ayat (1) dan (2) soal batasan usia menikah bagi perempuan yang mereka nilai telah melegitimasi praktek perkawinan anak di Indonesia.

Menanggapi Itu, anggota Komisi VIII DPR RI Ledia Hanifa, mengatakan, RUU Ketahanan Keluarga dan revisi UU Perkawinan masuk dalam Prolegnas 2014-2019. Namun, ada perbedaan antara UU Perkawinan dengan UU Perlindungan Anak (PA) dalam penetapan usia nikah.

Dalam UU PA diatur batasannya 18 tahun dan orangtua/pengasuh dilarang mendorong anak untuk menikah di bawah usia tersebut.

Disatu sisi, dia berpandangan pada dasarnya menikah bukan sekedar usia saja. Melainkan model pengasuhan orangtua terhadap kematangan tumbuh kembang anak sehingga pada saat memasuki usia perkawinan anak sudah matang secara kepribadian dan mentalnya.

"Bukan semata-mata fisiknya. Karena dia (perempuan) akan membangun sebuah keluarga yang akan jadi cikal bakal masyatakat dan generasi masa depan," kata Ledia, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (21/6/2015).

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengungkapkan, proses tumbuh kembang anak di Indonesia tidak terdukung oleh pengasuhan dalam keluarga, pendidikan di sekolah dan tak lepas dari pengaruh media.

"Itulah sebabnya banyak terjadi perilaku seks bebas di kalangan anak yang pada akhirnya mendorong terjadinya pernikahan di usia dini," ungkapnya.

Menurutnya, penyelesaian masalah ini harus tuntas serta membangun sistem ketahanan keluarga yang melindungi segenap anggota keluarga untuk optimalisasi potensinya.

"Tentu penyelesaiannya harus ke arah penyelesaian sistem, bukan hanya merespon kasus," katanya. [harianterbit.com]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama