PKS Kabupaten Tangerang
Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman memberikan Pidato Kebangsaan dalam Upacara Peringatan HUT ke-75 RI di kantor DPP PKS, Senin (17/8) (M Hilal/PKSFoto)

AMANAT PRESIDEN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
PADA UPACARA HARI KEMERDEKAAN 17 AGUSTUS 2020


Oleh H.Mohamad Sohibul Iman,PhD



Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh,

Yang Terhormat Ketua Majelis Syuro Habib Dr.H.Salim Segaf Al-Jufrie
Yang Terhormat Wakil Ketua Majelis Syuro sekaligus Wakil Ketua MPR RI Dr.H. Hidayat Nur Wahid
Yang Terhormat Para Anggota Dewan Pimpinan Tingkat Pusat (DPTP), Sekretaris MS, Ketua MPP, Ketua DSP, Sekjen dan Bendahara Umum
Yang Terhormat Pimpinan Fraksi PKS DPR RI dan MPR RI
Yang Terhormat seluruh Pengurus dari tingkat Pusat, Wilayah, Daerah, Kecamatan dan Ranting di seluruh Indonesia.
Yang kami cintai seluruh anggota keluarga besar Partai Keadilan Sejahtera di berbagai penjuru nusantara dan belahan dunia.

1. Pertama-tama, mari kita sama-sama mengucapkan rasa syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT karena hari ini kita semua diberikan kesempatan untuk bisa menyelenggarakan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75 baik secara langsung maupun secara virtual dalam kondisi sehat wal afiat. Semoga Allah SWT terus melindungi dan mencurahkan kasih sayangnya untuk negeri kita tercinta.

2. Kedua, mari kita haturkan doa untuk para pahlawan para pendiri bangsa yang telah berjasa dalam kemerdekaan Indonesia. Semoga jasa-jasa pengorbanan mereka mendapat balasan yang terbaik dari Allah SWT. Selain itu, mari kita juga berdo’a untuk para tenaga medis yang berjuang keras mengobati dan merawat para korban Pandemi COVID-19. Mereka adalah para pahlawan masa kini di masa pandemi yang mana mereka terus-menerus tiada henti membantu warga agar sembuh dari sakitnya.

3. Ketiga, tidak lupa mari kita haturkan doa untuk para guru, keluarga dan saudara-saudara kita yang telah mendahului kita, wabil khusus untuk guru kita semua, Ustadz Hilmi Aminudin. Semoga Allah SWT mengampuni semua kesalahan mereka, menerima amal baik mereka dan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Amin Ya Rabbal Alamin.

Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera yang saya Cintai,

4. Hari-hari kedepan adalah hari yang berat bagi kita semua. Bukan hanya bagi bangsa Indonesia, tetapi bagi seluruh warga dunia di 200 negara. Dunia sedang menghadapi fase turbulensi yang semakin tak menentu arahnya. Setiap negara berjuang untuk mengatasi krisis Pandemi COVID-19 dan dampak yang ditimbulkannya dengan cara dan jalannya masing-masing. Kemampuan dan kecakapan masing-masing negara dalam mengatasi krisis ini akan menentukan masa depan negara tersebut, apakah ia akan menjadi bangsa pemenang atau pecundang?

5. Pertanyaan jujur yang harus kita ajukan kepada diri kita sebagai bangsa: apakah saat ini kita sudah berada di rel sejarah bangsa-bangsa pemenang, yang mampu mengubah krisis menjadi kesempatan dan kekuatan? Atau kita justru terjatuh pada rel sejarah bangsa-bangsa pecundang, yang gagal mengelola krisis? Atau kita cukup puas memilih rute sejarah bangsa-bangsa medioker, yang hanya bisa jalan di tempat terjebak di kubangan krisis dan tidak mampu membuat perubahan dan kemajuan?

Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera yang saya Cintai,

6. Ada dua faktor yang akan menjadi pengubah permainan (game changer) dari lanskap ekonomi dan politik hari ini dan dimasa-masa mendatang. Dua faktor itu adalah Pandemi dan Demokrasi. Dua faktor ini akan saling mempengaruhi satu sama lain membentuk lanskap ekonomi-politik baru. Mari kita ulas satu per satu.

Pertama, Faktor Pandemi.

7. Pandemi COVID-19 adalah bencana kesehatan global terbesar abad ini. Jika dilihat dari jumlah korban dan kecepatan penyebarannya ke negara-negara yang terdampak, maka Pandemi COVID-19 adalah kasus kedua terburuk setelah wabah Pandemi Spanish Influenza yang pernah terjadi 100 tahun yang lalu. Hanya dalam hanya waktu sekitar 7 bulan sejak outbreak pertama kali di kota Wuhan-Tiongkok pada 22 Januari 2020, virus ini telah menginfeksi lebih dari 21,5 juta jiwa di seluruh dunia dan menelan korban meninggal lebih dari 760 ribu jiwa.

8. Data statistik per tanggal 16/08/2020 untuk Indonesia menunjukkan bahwa sejak outbreak 2 Maret 2020, jumlah kasus positif telah mencapai 137.468 ribu jiwa dan korban meninggal mencapai 6.071 jiwa atau 4,4% tingkat kematian (fatality rate). Dengan angka ini, fatality rate di Indonesia di atas rata-rata fatality rate dunia yang angkanya berada di angkat sekitar 3%.

9. Dengan kondisi di atas, maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah melakukan mitigasi penyebaran Wabah Pandemi COVID-19. Pemerintah harus mampu mengendalikan dan menurunkan tingkat penyebaran COVID-19. First thing First adalah bagaimana mendorong akselerasi kapasitas Pemerintah Pusat dan Daerah dalam melakukan testing dan tracing. Tanpa kebijakan testing dan tracing yang masif, kita akan sulit menurunkan kurva epidemi.

10. Data statistik yang dilaporkan Pemerintah Indonesia adalah angka yang sangat konservatif dan tidak mencerminkan fakta sebenarnya. Patut diduga bahwa kasus positive dan korban meninggal adalah jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan secara resmi oleh Pemerintah. Mengapa demikian?

11. Hal tersebut disebabkan dua hal. Pertama, karena setiap korban meninggal yang berstatus suspect, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pantuan (ODP) tidak dicatat sebagai kematian akibat COVID-19 mengingat belum ada hasil tesnya. Kedua, rendahnya kemampuan testing Pemerintah. Saat ini Pemerintah Indonesia hanya mampu melakukan testing akumulatif sebanyak 1,8 juta test atau jika dirata-rata hanya sekitar 6.800 spesimen per 1 juta penduduk. Angka ini sangat jauh dari ideal jika dibandingkan negara-negara lain di Asia, Eropa dan Amerika.

12. Testing adalah salah satu kebijakan paling krusial dalam memitigasi penyebaran COVID-19. Pemerintah tidak mungkin bisa memetakan dengan akurat terkait penyebaran kasus COVID-19 jika testing yang dijalankan sangat rendah coverage-nya. Rendahnya tingkat testing ini menjadikan data yang diperoleh sangat minim sehingga para pembuat kebijakan di daerah dan tenaga medis di lapangan tidak memiliki informasi yang mencukupi untuk membuat kebijakan dan penanganan yang tepat. Kurva epidemi COVID-19 akan sulit diturunkan dan ekonomi pun akan sulit dipulihkan.

Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera yang saya Cintai,

13. Pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa warga kita, tetapi juga berdampak kepada kondisi ekonomi mereka. IMF memperkirakan mayoritas negara-negara di dunia akan mengalami resesi global pada tahun 2020 dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi akan berkontraksi hingga -4.9%. Hampir seluruh negara-negara di dunia baik negara maju maupun berkembang mengalami kontraksi dan masuk ke jurang resesi. Bahkan Bank Dunia meramalkan krisis ekonomi akibat Pandemi ini adalah krisis ekonomi terburuk pasca Perang Dunia II dan The Great Depression 1929.

14. Kuartal II tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terkontraksi -5,32% dan Indonesia juga diproyeksikan akan masuk resesi tahun 2020 ini. Ini adalah kinerja perekonomian nasional terburuk sejak krisis ekonomi 1998. Akibat Pandemi COVID-19, jumlah pengangguran diperkirakan akan bertambah 5,5 juta jiwa di tahun 2020 dan bisa mencapai 12,7 juta jiwa di tahun 2021 (Bappenas, 2020).

15. Jumlah masyarakat miskin juga diproyeksikan akan bertambah mencapai 8,5 juta jiwa di tahun 2020 (Smeru Institute, 2020). Hingga bulan Juni 2020 sudah ada 3,05 juta warga kita yang sudah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (Kemenaker, 2020). Sekitar 55,8% UMKM di Indonesia mengalami penurunan omzet penjualan dari yang terendah 10% hingga terjun bebas mencapai 60%. Dan 36.7% atau lebih dari sepertiga pelaku industri UMKM tidak ada penjualan sama sekali atau tutup sementara usahanya (Bappenas, 2020).

Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera yang saya Cintai,

16. Pemerintah tidak boleh lagi bersikap biasa-biasa saja (business as usual). Pemerintah harus memiliki kesadaran akan krisis (sense of crisis) dan kesadaran akan kesigapan bertindak (sense of urgency). Bangsa ini membutuhkan hadirnya kepemimpinan bangsa yang mampu memberikan arah bukan sekedar keluh kesah. Kepemimpinan yang mampu menyalakan keyakinan bukan sekedar harapan. Kepemimpinan yang benar-benar bekerja bukan sekedar retorika . Kepemimpinan yang mampu memberikan solusi bukan sekedar janji-janji. Republik ini membutuhkan pemimpin yang turun tangan menyelesaikan persoalan di lapangan bukan justru sibuk cuci tangan dari kesalahan-kesalahan.

17. Desain kebijakan publik seharusnya memenuhi tiga prasyarat utama, yakni harus tepat manfaat, tepat sasaran dan tepat waktu. Sayangnya, program-program Pemerintah justru banyak yang tidak memenuhi ketiganya. Program Pemerintah justru banyak yang tidak tepat manfaat, tidak tepat sasaran dan tidak tepat waktu dan bahkan patut diduga buruk dari aspek tata kelolanya (bad governance).

18. Kartu Pra-Kerja misalnya. Desain program ini untuk kepentingan siapa? Apa manfaatnya pelatihan online bagi masyarakat terdampak dan bagi UMKM? Apakah platform startup digital wajar menerima proyek sebesar ini atau justru ada konflik kepentingan dalam proyek ini? Apakah menu pelatihan online yang disediakan platform sesuai kebutuhan? Apakah tepat waktu di saat pandemi seperti saat ini?

19. Dalam mendesain kebijakan publik tidak boleh asal-asalan atau hanya sekedar memenuhi janji kampanye politik sehingga program tersebut terlihat dipaksakan yang mengusik nalar publik dan tidak memberikan nilai manfaat yang optimal bagi kesejahteraan rakyat.

20. Rendahnya serapan anggaran di Kementerian/Lembaga adalah bukti bahwa birokrasi Pemerintah tidak bekerja dengan baik. Serapan anggaran adalah indikator paling dasar apakah birokrasi itu bekerja atau tidak. Bagaimana mungkin kita dapat mengukur output dan outcome dari kinerja Pemerintah jika membelanjakan uang saja Pemerintah tidak mampu?

21. Pemerintah juga salah prioritas dalam membuat program pemulihan ekonomi. RUU Omnibus Law Cipta Kerja dijadikan sebagai resep utama pemulihan ekonomi nasional. Pemerintah meyakini bahwa dengan RUU Cipta Kerja investasi akan datang ke Indonesia. Ini tentu pandangan yang gegabah. Saat ini seluruh dunia sedang mengalami masalah dari sisi investasi dan perdagangan internasional. Semua butuh capital di dalam negerinya. Jadi mengharapkan investasi luar negeri sebagai motor pertumbuhan ekonomi adalah salah memahami persoalan.

22. Justru di saat investasi, perdagangan dan konsumsi sedang jatuh, maka kinerja stimulus fiskal pemerintah menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, fakta berkata lain. Data menunjukkan bahwa Pemerintah gagal dalam memitigasi dampak Pandemi terhadap ekonomi nasional.

23. BPS mencatat, pertumbuhan kinerja pengeluaran/belanja Pemerintah kuartal II justru mengalami kontraksi -6,9%. Hal ini menunjukkan Pemerintah gagal menjadikan stimulus fiskal sebagai bantalan untuk membantu ekonomi masyarakat dan UMKM yang terdampak. Kebijakan fiskal yang seharusnya bisa tumbuh positif dan ekspansif di tengah lesunya ekonomi justru berbalik arah menjadi salah satu penyumbang terbesar kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

24. Untuk mengantisipasi krisis ekonomi Pemerintah harus fokus kepada upaya-upaya penyelamatan ekonomi masyarakat menengah-bawah yang mayoritas di Republik ini. Bangun sistem jaringan pengaman sosial yang kuat! Saatnya stimulus ekonomi itu diberikan dan diprioritaskan rakyat miskin, rentan miskin, kelas menengah pekerja informal, para buruh pabrik, petani-nelayan, dan pelaku UMKM yang paling terdampak dari krisis Pandemi Covid-19. Merekalah yang harus diprioritaskan mendapatkan proteksi ekonomi.

Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera yang saya Cintai,

25. Setelah 5 bulan berjalan, tampak sekali bahwa Pemerintah gagal paham dalam mengelola hubungan antara bagaimana strategi melakukan mitigasi Pandemi dan pemulihan ekonomi. Bukankah para ahli kesehatan dan ekonomi telah sepakat bahwa kinerja ekonomi adalah fungsi dari kemampuan kita dalam menangani permasalahan Pandemi? Artinya, jika Pemerintah semakin cepat dan tepat mengatasi Pandemi, maka ekonomi akan semakin cepat pulih. Dan sebaliknya, jika Pemerintah semakin lambat dan tidak akurat dalam menangani Pandemi maka ekonomi juga akan semakin lambat pulihnya.

26. Bangsa ini seharusnya memiliki keyakinan yang sama bahwa ekonomi cepat atau lambat akan pulih kembali (rebound) sedangkan warga dan tenaga medis yang meninggal tidak akan bisa kembali lagi. Setiap warga yang meninggal yang diumumkan oleh pemerintah bukanlah angka statistik saja. Mereka adalah saudara-saudara kita yang memiliki keluarga yang sangat mencintai mereka.Bayangkan jika itu terjadi kepada diri kita, keluarga kita, kerabat kita dan sahabat kita. Jangan pernah beranggapan bahwa korban warga yang meninggal dan yang terinfeksi sebagai biaya dari krisis (cost of crisis).Apalagi jika itu dianggap sebagai biaya dari pemulihan ekonomi (cost of economic recovery ).

Kedua, Faktor Demokrasi.

27. Selain Pandemi, masa depan demokrasi akan sangat menentukan arah ekonomi-politik bangsa Indonesia. Seperti apakah relasi antara otoritas negara, kekuatan pasar dan hak-hak rakyat akan ditentukan oleh bagaimana Pemerintah menjalankan roda pemerintahan: apakah Pemerintah memilih jalan konsolidasi demokrasi atau justru menjadikan Pandemi sebagai justifikasi untuk melanggengkan hegemoni oligarki politik dan membuka jalan kembalinya otoritarianisme?

28. Indonesia sudah pernah terjebak dua kali dalam rezim pseudo-democracy atau Demokrasi Semu yang sejatinya merupakan rezim otoritarianisme yakni pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967) di era Orde Lama dan Masa “Demokrasi Pancasila” (1967-1998) di Era Orde Baru.

29. Kegagalan kedua rezim tersebut dalam mengkonsolidasikan demokrasi dari demokrasi prosedural menuju demokrasi substansial menjadikan keduanya memilih jalan pintas dengan memutar balik (turn around) ke pilihan authoritarian.

30. Tahun 1998, Indonesia memasuki era demokrasi baru setelah 32 tahun hidup terjerembab dalam kubangan otoritarianisme Orde Baru. Pasca reformasi, Indonesia telah menjalani 5 kali pemilihan umum (1999, 2004, 2009, 2014, 2019), 4 kali pemilihan presiden langsung (2004, 2009, 2014, 2019). Dan 3 kali pemilihan kepala daerah serentak (2015, 2017, 2018).

31. Secara prosedural, Indonesia telah mampu menjalankannya dengan cukup baik, damai, lancar tanpa ada konflik yang berkepanjangan. Pasca reformasi, Indonesia memang keluar dari jebakan otoritarianisme Orde Baru, namun Indonesia hingga kini masih belum berhasil menuntaskan transisi demokrasinya. Indonesia masih belum mampu naik kelas menjadi Demokrasi Substansial.

32. Selama 20 tahun lebih proses demokratisasi pasca reformasi, Indonesia kembali lagi terjebak dalam demokrasi prosedural dalam bentuk yang lain. Ada yang mengatakan Indonesia saat ini terjebak dalam Demokrasi Oligarki dimana demokrasi dikendalikan oleh segelintir elit yang menguasai sumber daya kapital.

33. Oligarki membajak demokrasi dan aktor-aktor demokrasi untuk menghamba kepada kepentingan pemilik modal. Oligarki menguasai elit politik dan para pembuat kebijakan untuk memuluskan kepentingan pemodal dan investor melalui regulasi yang diciptakan.

Keluarga Besar Partai Keadilan Sejahtera yang saya Cintai,

34. Saat ini, kita menyaksikan gejala-gejala kebangkitan kembali otoritarianisme yang menghamba kepada oligarki kapitalisme di negeri kita. Atas nama penanganan Pandemi COVID-19, Presiden mengeluarkan Perppu No.1 Tahun 2020 yang kemudian disahkan oleh DPR RI menjadi UU (Hanya Fraksi PKS DPR RI yang menolak menyetujui). UU tersebut memperkuat kekuasaan dan otoritas eksekutif dalam kebijakan fiskal, moneter, budgeting dan legislasi.

35. Dalam UU tersebut hak budgeting dan legislasi DPR RI dipangkas, pemerintah cukup mengeluarkan Perpres tidak butuh UU untuk mengubah APBN. Pemerintah juga memiliki hak istimewa dimana kebijakan pemulihan ekonomi selama Pandemi tidak bisa diperkarakan secara hukum, baik secara perdata maupun pidana.

36. Di saat yang sama, Pemerintah sangat getol mendesak untuk mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Atas nama investasi asing, Pemerintah ingin kembali memutar haluan demokrasi dan desentralisasi menjadi rezim Pemerintah Pusat yang tersentralisasi.

37. Melalui RUU Cipta Kerja, Pemerintah berkeinginan untuk memangkas kewenangan Pemerintah Daerah dalam kegiatan perekonomian dan investasi. Segala bentuk perizinan dan investasi akan dikendalikan penuh di tangan Pemerintah Pusat.

38. Di saat yang sama, beberapa hak-hak pengawasan dan penganggaran lembaga legislatif juga akan dikurangi. Hak-hak buruh dan pekerja dikorbankan demi memprioritaskan kepentingan investasi dan pemodal. Hak kebebasan pers akan terancam karena kewenangan pengawasan media akan ditarik ke Pemerintah Pusat bukan oleh lembaga yang independen.

39. Pernyataan Presiden Joko Widodo bahwa Pemerintahan tidak akan main-main dengan agenda pemberantasan korupsi dan penegakan hukum adalah pernyataan yang justru tampak main-main. Karena fakta yang ditunjukkan oleh Pemerintah justru berbicara lain. Kasus Novel Baswedan, revisi UU KPK, Skandal Jiwasraya, dan perkara Djoko Tjandra menjadi bukti nyata agenda pemberantasan korupsi dan penegakan hukum justru mundur ke belakang.

40. Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely,” kekuasan secara alamiah akan cenderung kepada tindakan yang koruptif. Dan kekuasaan yang absolut pasti akan menjadi kekuasaan yang koruptif. Disinilah pentingnya konsep “Checks and Balances” dijalankan, agar kekuasaan tidak terkonsentrasi dan dimonopoli pada satu lembaga negara saja.

41. Dalam sistem Presidensial dimana Presiden dipisahkan dari kekuasaan parlemen dan merupakan penguasa tertinggi Lembaga Eksekutif, ia harus dikontrol oleh kekuasaan legislatif. Sehingga gerak langkah Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan tetap pada rel yang benar sesuai dengan Konstitusi dan Perundang-undangan yang berlaku. DPR RI tidak boleh menjadi ‘Rubber Stamp’ yang hanya jadi tukang stempel kebijakan-kebijakan pemerintah.DPR RI harus bersikap rasional dan kritis atas setiap kebijakan dari pemerintah.

42. Oleh karena itu DPR RI sebagai kekuatan legislatif harus bersikap sebagai kekuatan penyeimbang Pemerintah (balance of power) dan pejuang suara hati rakyat. Kekuasaan Yudikatif harus diberikan jaminan penuh untuk bisa bertindak secara independen, tanpa ada intervensi ataupun kooptasi dari penguasa. Penegak hukum dan lembaga peradilan tidak boleh menjadi alat politik kekuasaan.

43. Ancaman demokrasi berikutnya adalah keterkaitan antara demokrasi dan perlindungan HAM di Indonesia. Demokrasi dan hak asasi manusia seperti dua sisi dari mata uang yang sama. Tidak ada demokrasi jika tidak ada jaminan perlindungan terhadap hak asasi warganya.

44. Di negara demokrasi, setiap warganya bebas memeluk dan menjalankan ajaran agama yang diyakininya. Tidak ada paksaan dalam memilih agama mana yang akan dipeluk. Di saat yang sama di negara demokrasi juga tidak boleh juga secara sengaja dan terbuka menghina, menistakan dan menodai ajaran agama umat lainnya sehingga menyebabkan permusuhan dan pertikaian antar umat beragama.

45. Negara harus menjamin dan melindungi kebebasan berpikir, berserikat dan berpendapat. Pemerintah tidak boleh alergi dengan kritik, sikap oposisional dari partai politik atau kekuatan masyarakat sipil. Jangan pernah menjadikan perbedaan pendapat sebagai tindakan yang inkonstitusional sehingga kemudian dicari-cari kesalahannya untuk dikriminalisasi.

46. Perbedaan pandangan adalah keniscayaan demokrasi. Jangan menstigma kelompok yang memilih jalan oposisi terhadap pemerintah sebagai gerakan inkonstitusional yang bermaksud makar kepada pemerintah yang sah. Tindakan ini tidak sehat bagi demokrasi kita.

47. Kontestasi demokrasi (pemilihan legislatif, pemilihan presiden, pemilihan kepala daerah) harus dimaknai sebagai kontestasi antar pihak yang memiliki pandangan berbeda untuk merebut kesempatan mengaktualisasikan gagasannya ketika menang kontestasi. Karena itu kontestasi demokrasi tidak boleh menyebarkan muatan kebencian apalagi permusuhan antar sesama anak bangsa.

48. Kekuatan masyarakat sipil seperti Media Massa, NGO, Universitas, Aktivis, Pemuka Agama, Seniman harus mendapat ruang kebebasan, kemandirian, kemerdekaan sepenuhnya dari segala bentuk intervensi baik itu intervensi penguasa maupun intervensi pemilik modal. Biarkan mereka bersuara keras menyampaikan suara-suara kelompok marginal yang sangat kurang diperhatikan hak-hak asasi-nya.

49. Terakhir, sebagai penutup Amanat Upacara ini, saya mengajak kita semua untuk sama-sama berdoa kepada Allah SWT agar bangsa Indonesia mampu melewati ujian dan cobaan krisis Pandemi dan krisis-krisis lainnya yang diakibatkan dari Pandemi ini. Kita harus tetap optimis bahwa bangsa Indonesia akan mampu bangkit dan melewati semua ini dengan baik. Sikap optimis adalah sikap orang beriman sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS Al-Insyirah ayat 5-6, “Karena sungguh bersama kesulitan akan ada kemudahan. Dan sungguh bersama kesulitan akan ada kemudahan.” Amin Ya Rabbal Alamin.

Allahu Akbar! Merdeka!

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama