Ilustrasi |
Oleh: Cahyadi Takariawan
Ini termasuk pesan yang sangat ingin aku berikan untuk diriku sendiri dan untuk kita semua: perdalam samudera keikhlasanmu.
Realitas lapangan dakwah mengajarkan hal penting kepada kita, bahwa daya tahan di dalam mengarungi perjuangan sangat ditentukan oleh sebesar apa penjagaan keikhlasan dalam diri kita. Sangat banyak kejadian dan kondisi jalan dakwah yang bisa mengganggu kaikhlasan. Sesiapapun akan diuji keikhlasannya di jalan ini: yang “berhasil” menjadi pejabat publik, yang “tidak berhasil” menjadi pejabat publik, yang “tidak pernah” menjadi pejabat publik, yang “selalu” menjadi pejabat publik.
Semua dari kita diuji. Yang menjadi caleg, yang menjadi aleg, yang menjadi aktivis mahasiswa, yang menjadi aktivis sosial, yang menjadi ibu rumah tangga, yang menjadi murabbi, yang menjadi pengurus partai, yang menjadi petani….. Semuanya, ya semuanya selalu dihadapkan kepada ujian yang kadang bisa mengganggu keikhlasan.
Perasaan Berjasa: Ini Hasil Kerja Saya!
Ketika dakwah menunjukkan hasil-hasil dan prestasi yang menggembirakan, wajar jika muncul perasaan kebanggaan pada pelakunya. Ini perasaan yang sangat manusiawi. Namun perasaan ini jangan dibiarkan berkembang menjadi klaim atas usaha pribadi dan meremehkan kerja orang lain. Karena dalam setiap keberhasilan dakwah, pasti akan dijumpai peran semua pihak dalam mencapai keberhasilan tersebut, sekecil atau sebesar apapun.
“Kalian tahu, siapa yang telah melakukan perubahan spektakuler, sehingga tercipta hasil yang sangat menakjubkan ini? Tidak ada lain yang bisa melakukannya, kecuali saya. Semua saya kerjakan sendiri”, pernyataan ini sangat mungkin benar sesuai realitas yang ada. Namun ungkapan ini bisa menjadi awal dari munculnya kesombongan, apabila merasa bahwa kehebatan dirinya tidak ada yang menandingi, dan meremehkan peran orang lain.
“Payah benar kader di sini. Tidak ada yang mau bekerja. Kalau saja saya tidak bergerak, Pemilu kemarin hasilnya tidak akan sebagus ini.”
“Kemenangan Pilkada di daerah ini adalah hasil kerja keras dan jerih payah saya. Pengorbanan yang saya berikan telah membuahkan hasil berupa kemenangan gemilang. Jika saya tidak terlibat, saya tidak bisa bayangkan apa yang akan terjadi”.
“Organisasi dakwah ini menjadi besar dan berkembang pesat, karena usaha yang saya lakukan. Kader-kader lain tidak memiliki peran dan keterlibatan, sehingga terpaksa saya bekerja sendiri. Alhamdulillah hasilnya signifikan”.
Masyaallah. Benarkah kita bisa bekerja sendiri ? Dalam sistem amal jama’i yang dibangun organisasi dakwah, seluruh bagian akan saling berkait, berhubungan dan mempengaruhi. Kita tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh bagian lain yang ada dalam mesin amal jama’i ini. Ibarat mesin mobil, semua komponen saling berpengaruh dan berhubungan. Laju mobil merupakan hasil kerja simultan seluruh bagian.
Bisa jadi memang ada bagian atau komponen dalam organisasi dakwah yang senyatanya menjadi beban bagi yang lainnya. Namun itu tidak memberikan makna bahwa semua orang menjadi beban, dan hanya seseorang atau segelintir orang saja yang punya peran.
Bisa jadi memang ada kader yang pasif dan tidak banyak kontribusi, namun itu bukan berarti semua kader memiliki kondisi kelemahan serupa. Seakan-akan kontribusi hanya menjadi milik seseorang atau segelintir orang yang sangat hebat dalam organisasi dakwah.
Lalu dimana letak ikhlas itu? Kalau kita merasa memiliki banyak peran, banyak kontribusi, banyak keberhasilan, banyak capaian, kemudian mengecilkan bahkan meniadakan peran yang lain, dimana ikhlas itu?
Perasaan Melempar: Siapa Yang Salah?
Ketika dakwah mencapai kemenangan tidak layak ketika ada pihak yang merasa berjasa sendirian. Sebagaimana pada saat dakwah tidak berhasil mencapai target kemenangan, sangat tidak etis jika muncul suasana saling menyalahkan. Masing-masing pihak merasa tidak bertanggung jawab dan melempar kesalahan kepada pihak lainnya.
”Kita kalah dalam Pemilu gara-gara departemen Fulan yang tidak bekerja. Mereka bersantai-santai saat kita bekerja keras, akhirnya mengacaukan semua target.”
”Target tidak berhasil kita capai karena kelemahan bidang Anu. Pengurus bidang Anu tidak becus mengurus programnya sehingga membuat semua bagian ikut berantakan. Kita sudah bekerja habis-habisan, akhirnya tidak ada gunanya.”
”Kita gagal mencapai target karena kader tidak bersemangat dan tidak mau berkorban. Program sudah bagus, sarana pendukung sudah disiapkan, namun kadernya tidak mau bekerja, maka kita kalah.”
”Kekalahan kita disebabkan tidak tegasnya pimpinan. Para kader sudah sangat bersemangat dan siap bekerja, namun pimpinan tidak memiliki ketegasan sikap, akhirnya semua menjadi kacau”.
Betapa mudah melempar kesalahan. Ini salah siapa? Bukan salah saya, ini salah Fulan, ini salah kader, ini salah pengurus, ini kesalahan Ketua, ini kesalahan bendahara, ini kesalahan sekretaris, ini salah kaderisasi, ini salahnya si Kodok… Bukan, bukan salah saya…. Saya sih tidak punya salah….
Dimana letak keikhlasan kita?
Astagjfirullahal azhiim…..
Sumber: ruangtarbiyah.com
Posting Komentar