PKS Kabupaten Tangerang


Setidaknya ada 8 cara memaksimalkan sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan untuk mendapatkan lailatul qadar. Apa saja cara itu?

Lailatul qadar adalah malam penuh kemuliaan. Malam ini disebutkan dalam ayat yang mulia:

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

"Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Rabbnya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar." (QS Al Qadr: 3–5)

An-Nakha'i mengatakan, "Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di seribu bulan." (Lihat Latha-if Al-Ma’arif, halaman 341)

Imam Mujahid, Qatadah, dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah sholat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari sholat dan puasa pada seribu bulan yang tidak terdapat lailatul qadar (Zaad Al-Masiir, 9:191).

Nah, berikut ini 8 cara yang bisa dilakukan untuk memaksimalkan sepuluh malam terakhir bulan ramadan untuk mendapatkan lailatul qadr:

1. Membaca Alquran dan zikir

Semangat ibadah pada sepuluh hari terakhir Ramadan dengan menghidupkan malam-malam yang ada dan membangunkan keluarga. Amalan yang diisi adalah memperbanyak membaca Alquran dan zikir.

Dalam riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata:

كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ –

"Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan, beliau kencangkan sarungnya (bersungguh-sungguh dalam ibadah dengan meninggalkan istri-istrinya), menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk beribadah." (HR Bukhari Nomor 2024 dan Muslim 1174)


2. Menghadiri Sholat Subuh dan Isya berjamaah

Sebagaimana dinukil oleh Imam Asy-Syafi’i dalam kitab Al-Umm dari sekelompok ulama Madinah dan dinukil pula sampai pada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan:

أَنَّ إِحْيَاءَهَا يَحْصُلُ بِأَنْ يُصَلِّيَ العِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ وَ يَعْزِمُ عَلَى أَنْ يُصَلِّيَ الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ

"Menghidupkan malam lailatul qadar itu bisa dengan melaksanakan Sholat Isya berjamaah dan bertekad melaksanakan Sholat Subuh secara berjamaah."

Dikatakan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’, Ibnul Musayyib menyatakan:

مَنْ شَهِدَ لَيْلَةَ القَدْرِ ـ يَعْنِي فِي جَمَاعَةٍ ـ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظِّهِ مِنْهَا

"Siapa yang menghadiri sholat berjamaah pada malam Lailatul Qadar, maka ia telah mengambil bagian dari menghidupkan malam lailatul qadar tersebut."


3. Melakukan sholat malam pada malam lailatul qadar

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

"Barang siapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR Bukhari Nomor 1901)

Ibnu Hajar Al ‘Asqalani rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud ‘iimaanan’ (karena iman) adalah membenarkan janji Allah yaitu pahala yang diberikan (bagi orang yang menghidupkan malam tersebut). Sedangkan ‘ihtisaaban’ bermakna mengharap pahala (dari sisi Allah), bukan karena mengharap lainnya yaitu contohnya berbuat riya’. (Lihat Fath Al-Baari, 4:251)


4. Mengamalkan doa malam lailatul qadar

Dalam riwayat dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى

'Jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?' Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, 'Berdoalah: ALLAHUMMA INNAKA ‘AFUWWUN TUHIBBUL ‘AFWA FA’FU’ANNI (Artinya: Ya Allah, Engkau Maha Memberikan Maaf dan Engkau suka memberikan maaf —menghapus kesalahan, karenanya maafkanlah aku —hapuslah dosa-dosaku)'." (HR Tirmidzi Nomor 3513 dan Ibnu Majah 3850. Abu ‘Isa At-Tirmidzi mengatakan hadis ini hasan sahih. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan hadis ini sahih).


5. I'tikaf

I’tikaf dipahami sebagai usaha berdiam diri di dalam masjid dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah guna mendapatkan kemuliaan.

Karena malam Lailatul Qadar disebut akan datang di antara sepuluh hari terkahir di bulan Ramadhan, makan i'tikaf biasa dilakukan di hari-hari tersebut. Dalam sebuah riwayat, Aisyah Ra, istri Rasulullah SAW, beliau mengatakan,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian para istri beliau beri'tikaf sepeninggal beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Amalan nomor 1-4 bisa dilakukan bersamaan dengan i'tikaf.


6. Sedekah

Sedekahkan kepada siapa saja setiap hari minimal 1 real atau kalau di Indonesia Rp1.000 pada 10 malam terakhir, sehingga apabila lailatul qadar jatuh pada 10 malam terakhir maka sama dengan menyedekahkan sebanyak Rp1.000 selama 84 tahun atau Rp1.000 x 365 hari x 84 tahun.

7. Baca tafsir Surat Al Qadar

Bacalah tafsir Surat Al Qadar dan pahami apa yang sesungguhnya terjadi pada malam lailatul qadar, akan kita rasakan keagungan dan kekuatannya, insya Allah.


8. Beramal salih dan ibadah semaksimal mungkin

Jangan menunggu hingga malam ke-27 untuk memperbanyak amal salih dan beribadah semaksimal mungkin. Sebab, seluruh malam dari sepuluh malam terakhir seharusnya jadi target kaum Muslimin. Bangunlah setiap malamnya. Jangan sampai kesempatan meraih lailatul qadar terlewati begitu saja.

Wallahu a'lam bishawab.



Sumber: rumaysho.com; risalah.id; dll

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama