Ilustrasi (foto: google) |
Oleh Anis Matta
Jika ratusan ribu nabi dan rasul harus diturunkan untuk satu pekerjaan yang sama, yaitu mengajar manusia, maka itu tidak hanya meyakinkan kita betapa pentingnya pengetahuan dalam kehidupan kita, tapi juga menyimpan sebuah pertanyaan mendasar: bagaimana sebenarnya cara Allah mengajar kita?
Kita tentu berangkat dari sebuah aksioma paling mendasar bahwa Allah adalah sumber dari segala sumber pengetahuan. Allah kemudian mengajar manusia dengan dua cara: langsung dan tidak langsung. Pengajaran langsung itu dilakukan dengan dua cara: yang satu melalui wahyu dan lainnya melalui ilham. Selain itu ada pengajaran yang tidak langung yang dilakukan melalui dua cara: yang satu melalui penalaran dan lainnya melalui penginderaan. Jadi itulah empat sumber pengetahuan kita: wahyu, ilham, nalar, dan indera.
Wahyu itulah yang diberikan kepada para nabi dan rasul. Itu semacam pengetahuan yang "dipahat" ke dalam hati mereka, maka ia tertancap kuat dan dalam, terpatri dan tak terlupakan, dan harus terucap kembali sebagaimana ia adanya, dalam formulasi bahasa yang terpahami oleh manusia tapi tidak terjangkau oleh kemampuan narasi mereka yang paling maksimal. Karena itu kenabian merupakan pemberian Tuhan atau mihnah rabbaniyah, bukan hasil kerja atau usaha manusia atau iktisab basyari. Jadi sifat buta huruf misalnya pada Muhammad sebelum menjadi nabi, memang diciptakan untuk memperkuat pembuktian pengangkatan menjadi nabi.
Ilham sebenarnya agak mirip dengan wahyu pada sifat pengajaran langsung, tapi berbeda pada manusia yang menerimanya. Yang menerima ilham ini tidak disebut nabi atau rasul. Tapi biasanya diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki Allah. Contohnya panggilan shalat jamaah melalui azan. Ini berawal dari kegelisahan sejumlah kalangan sahabat untuk menemukan cara panggil yang membedakan masjid dengan gereja atau sinagog atau tempat ibadah lainnya. Rasulullah SAW memberikan kesempatan kepada para sahabat untuk memikirkan solusinya. Beberapa hari kemudian mereka datang dengan usulan azan itu yang umumnya ditemukan mereka dalam mimpi. Ia berbeda dengan cara panggil lainnya karena ia berasal dari suara manusia, bukan benda. Ia juga berbentuk kata yang punya makna, bukan sekadar bunyi tanpa makna.
Sebagian lain dari pengetahuan diturunkan Allah kepada manusia melalui akal yang berfungsi menalar, dan panca indera yang berfungsi merasa dengan cara melihat, mendengar dan meraba. Tapi yang ini mengharuskan adanya usaha dari manusia. Usaha inilah yang kelak membedakan derajat manusia di antara sesama mereka dan di depan Tuhan.
Sumber: Serial Pembelajaran Majalah Tarbawi edisi 228
Posting Komentar