PKS Kabupaten Tangerang
Oleh: Dwi Budiyanto


Ath-Thabari, seperti dikutip Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, membandingkan percakapan yang berkembang pada masa Umar bin Abdul Aziz dengan masa penguasa-penguasa sebelumnya.

Dimulai dari masa kepemimpinan Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan bin al-Hakam (86-96H). Khalifah Al-Walid menjadi kebanggaan penduduk negeri Syam. Beliau sangat menggemari seni arsitektural dan keindahan bangunan. Maka ia bangun masjid Damaskus dan merenovasi Masjid Nabawi. Untuk kerja besar itu, dia serahkan pimpinan proyek bangunan pada sepupunya yang menjadi walikota Madinah: Umar bin Abdul Aziz. Khalifah gelontorkan dana besar untuk proyek mercusuar itu.

Nah, kecenderungan itu ternyata membentuk tren obrolan di tengah masyarakat. Konon, perbincangan yang menjadi trending topic adalah perihal aneka bangunan dan seni arsitektural.

Masa berganti. Khalifah Al-Walid digantikan Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan bin al-Hakam (96-99H). Pada masa kepemimpinan kakaknya, beliau menjabat sebagai Gubernur Palestina. Sulaiman merupakan seorang salih dan penuh cinta. Ia sangat menyukai cita rasa kuliner dan mengagumi kecantikan perempuan. Percakapan di tengah masyarakat, rupanya mulai bergeser; dari semula berbicara perihal bangunan, pada masa Sulaiman, obrolan yang menjadi trending topic beralih pada seputar dunia kuliner.

Ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, rupa-rupanya obrolan di tengah masyarakat bergeser. Yang semula berbicara soal arsitektural, lalu berpindah menjadi obrolan seputar kuliner, saat Umar memimpin, obrolan di tengah masyarakat berkisar pada amal salih.

Setiap orang bertemu, mereka saling berbincang, “Malam ini kamu beramal apa? Berapa juz hafalan Alquranmu? Puasa apa saja dalam satu bulan ini?” Begitulah perbandingan ketiga masa itu terlihat jelas.

Boleh jadi obrolan-obrolan yang menjadi trending topic itu sah-sah saja. Tapi mari kita selisik kenapa Ath-Thabari membandingkan ketiga masa itu. Bagi kita, bahkan yang berkategori ‘boleh-boleh saja’ harus dilihat secara jeli.

Kita patut menelisik percakapan kita hari-hari ini, sesuatu yang sederhana, tapi penting. Siapa tahu obrolan kita sesungguhnya mengindikasikan pergeseran fokus, orientasi, perhatian, dan obsesi dalam hidup kita. Sangat sederhana. Sebagian besar kecenderungan kita dapat terlihat dari topik-topik obrolan kita.

Hari ini, seputar apakah obrolan kita? Apakah kita sibuk berbicara karier, tapi luput membincangkan rekrutmen dan pembinaan? Apakah kita suntuk membincangkan capaian materi dan laba bisnis, tapi lupa mendiskusikan kondisi ikhwah dan binaan? Apakah saat ini kita sangat antusias berbicara tentang jejaring dan koneksi bisnis, tetapi mendadak berubah tak bersemangat ketika diajak bicara soal peningkatkan kualitas kader? Mari kita selisik obrolan dan percakapan kita setiap bertemu sesama dai. Sekali lagi, mari kita kenali, siapa tahu percakapan-percakapan kita mengindikasikan perubahan dalam diri kita.

Obrolan keseharian merupakan tindakan otentik yang mengungkap pikiran dan perasaan kita. Dari sanalah pikiran-pikiran kita dikenali. Dari sana pulalah perasaan dan hasrat kita dideteksi. Biasanya kita akan berbicara pada sesuatu yang menjadi fokus, perhatian, dan minat dalam diri. Mereka yang memiliki minat pada kuliner akan sangat antusias berbincang perkara tersebut, bahkan bisa mengulik dengan sangat detail. Perbincangan pada topik tersebut bisa sangat asyik dan seru.

Dalam konteks dakwah, rasanya perlu sesekali kita berziarah ke masa lalu, menengok fokus dan perhatian kita, salah satunya dengan mengamati obrolan-obrolan kita. Apa yang menjadi fokus obrolan ketika para aktivis dakwah bertemu pada tahun 1980-an? Apa yang menjadi topik percakapan para murabbi di ruang-ruang pembinaan pada tahun 1990-an? Apa yang menjadi pusat perhatian dan perbincangan para dai pada tahun 2000-an?

Dan, apa yang mengisi acara nongki-nongki para dai pada masa kiwari? Adakah pergeseran dari topik obrolan kita pada setiap kurun itu? Kadang kita bisa juga menengok ke rak-rak buku di rumah kita. Topik-topik apa saja yang kita baca di setiap kurun waktu itu? Tema-tema apa saja yang menjadi fokus dan perhatiannya?

Apakah permasalahan-permasalahan dakwah dan pembinaan masih menjadi fokus pembahasan di ruang-ruang tarbiyah? Apakah rekrutmen masih menjadi program yang dibahas serius dan dilaksanakan secara disiplin di kelas-kelas pembinaan?Apakah perkembangan mutarabbi dievaluasi dengan baik? Apakah pertumbuhan kader yang stagnan menimbulkan keresahan? Apakah program-program inovasi untuk menambah kelas-kelas baru menjadi trending topic obrolan kita atau malah ia telah dilupakan?

Semua kecenderungan kita dapat dikenali dari obrolan, baik di ruang-ruang pembinaan, di pertemuan-pertemuan, di rumah kita masing-masing, atau di forum-forum pertemuan, tempat para dai berkumpul. Saat sebagian motif, perhatian, dan fokus hidup kita mulai bergeser, rasa-rasanya kita rindu saat dakwah dan pembinaan menjadi topik penting dalam obrolan kita.

Ketika motif, perhatian, dan fokus para dai telah bergeser, ada indikasi topik obrolan lebih dominan membicarakan hal-hal remeh temeh dan abai terhadap topik dakwah dan tarbiyah, marilah kita serius mengembalikannya. Bukankah sebenarnya kita diarahkan agama ini untuk mewaspadai perkara remeh temeh, yang mengabaikan perkara-perkara penting.

"Sesungguhnya Allah menyukai perkara-perkara yang tinggi lagi mulia dan tidak menyukai yang rendah." (HR Thabrani).

Begitu kita berziarah ke masa lalu, menilisik obrolan-obrolan kita, tetiba saya teringat anggitan Ustadz Rahmat Abdullah:

Aku rindu zaman ketika halaqah adalah kebutuhan, bukan sekedar sambilan apalagi hiburan.
Aku rindu zaman ketika membina adalah kewajiban, bukan pilihan apalagi beban dan paksaan.
Aku rindu zaman ketika daurah menjadi kebiasaan, bukan sekedar pelengkap pengisi program yang dipaksakan

Barangkali kita perlu menata kembali topik-topik obrolan kita, menghadirkan tema-tema dakwah dan tarbiyah dalam perbincangan-perbincangan kita. Inilah cara sederhana untuk mengembalikan fokus dan perhatian kita pada dakwah dan pembinaan. Jika seluruh daerah memiliki spirit yang sama, Insya Allah, kita akan merasakan semangat "Indonesia Membina" menjalar ke kota-kota, desa-desa, sekolah-sekolah, gedung-gedung perkantoran, hingga rumah-rumah kita.


Sumber: Buku "Gumregah Tarbiyah"

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama